Powered By Blogger

Sunday, May 27, 2012

EPILEPSI PADA KEHAMILAN


BAB I
PENDAHULUAN

Epilepsi merupakan kelainan Neurologik, dimana pada ibu hamil merupakan tata laksana yang yang adekuat dan tanpa beresiko baik terhadap ibu / bayi resiko pada waita epilepsi yang hamil lebih besar dari pada pda normal yang hamil. Untuk banyak mengulangi resiko, maka dokter ahli neurology bekerja sama agar bayi dan ibu mengalami kesehatan jasmani dan rohani. Angka kematian neonatus pada epilepsi yang hamil adalah tiga kali dibanding populasi normal.
Pengaruh kehamilan terhadap epilepsi berparisi kira-kira ¼ kasus prekuensi bangkitan akan meningkat terutama pada trimester terakhir, ¼ lagi menurun dan separuhnya lagi tidak mengalami perubahan selama kehamilan. Pengobatan wanita epilepsi yang hamil pada umumnya dilakuakn menurut prinsif yang sama seperti pada pasien tidak hamil.
Resiko yang dialami janin karena bangkitan yang dialami oleh ibu mungkin sama besar dengan yang disebabkan obat anti epilepsy. Mal formasi yang disebabkan epilepsi akan terjadi pada 4-8 minggu pertama dalam pertumbuhan janin.














BAB II
PEMBAHASAN


EPILEPSI PADA KEHAMILAN
        I.      Efek kehamilan terhadap epilepsi
Epilepsy pada kehamilan dibagi menjadi dua kelompok :
a.       Yang sebelumnya sudah menderita epilepsi
b.      Berkembng menjadi epilepsy selama kehamilan wanita-wanita yang mendapat bangkitan selama masa produksi dapat terjadi secara isidentil pada kehamilan.
Hormone berpengaruh terhadap bangkitan pada ibu yang epilepsy yang hamil adalah estrogen dan estrogen dan progesteron.
Pada seorang wanita yang hamil kadar estrogen dlam darah menurun, sehingga merangsang aktifitas enzim asam glutamate dekarboksilase dank arena itu sintesa Gamma Amino Butiric Acit (GABA) akan menurun dalam otak, dengan menurunnya konsentrasi GABA otak akan merangsang bangkitnya epilepsy.
Pada kehamilan akan terjadi hemodelusi dengan akibat filtrasi glomelurus berkurang sehingga terjadi retensi cairan serta edema, akibatnya kadar obat dalam plasma akan menurun. Retensi cairan yang terjadi menyebabkan Hiponatremi. Keadaan ini akan menimbulkan gangguan parsial dari “Sodium PUM” yang mengakibatkan peninggian eksitabilitas neuron dan mempersentasikan bangkitan.
Pada wanita epilepsy yang hamil sangat sulit untuk menduga terjadinya bangkitan. Karena penomena ini tidak berhubungan dengan tipe vbangkitan.
Penderita epilepsy terjadinya suatu bangkitan sangat berbahaya baik untuk ibu maupun jantung akibat trauma yang timbul.
Persalinan akibat bangkitan yang timbul. Pasien-pasien dengan epilepsy yang berat kemungkinan akan bertambah buruk dan kadar obat anti epilepsy yang diminum tidak sesuai. Pada wanita yang hamil volume plasma meningkat kira-kira sepertinya pada trimester 3, hal ini disebabkan oleh efek dilusi.
Penemuan dan angka penurunan dari konsetrasi obat epilepsy berbeda bentuk setiap jenis obat penurunan kadar obat dalam darah untuk fenilion kira-kira 80% terjadi pada trimester 1 juga serupa dengan venobarbital untuk karbamazepin terbesar penurunannya pada trimester 3.
Pada wanita hamil pada bangkitan dan telah mendapat obat anti epilepsy maka pemeriksaan yang perlu dilakukan yaitu :
1.      Pemeriksaan kadar obat dalam darah
2.      EEG
3.      CT scan, bila ada kelainan neurologik, dilakukan tergantung pada stadium kehamilan.
Perubahan-perubahan konsentrasi obat anti epilepsy secara teratur harus di monitor setiap bulan.

     II.      Komplikasi Kehamilan
Wanita epilepsy lebih cenderung memperoleh komplikasi obstetric dalam masa kehamilan dari pada wanita penduduk rata-rata pengaruh epilepsy terhadap kehamilan yaitu :
a.       Memelihara bayi premature, didapat 4-11 %
b.      BBLR kurang dari 2500 grditemukan pada 7-10 %
c.       Mikrosefali
d.      Afgar Skor yang rendah

  III.      Komplikasi Persalinan
Neonatus wanita epilepsy yang hamil mengalami lebih banyak resiko karena kesukara dialami ketika perslainan berjalan. Partus premature lebih sering terjadi pada wanita epilepsy.
Penggunaan obat epilepsy mengakibatkan kontrasi uterus melemah. Rupture membrane yang terlalu dini. Oleh karena itu maka persalinan epilepsy hamper selalu harus dipimpin oleh pakar obstetric. Pengggunaan forsep / vakum sering dilakukan dan juga SC.
Komplikasi Persalinan
·         Frekuensi pembangkitan meningkat 33%
·         Perdarahan post partum meningkat 10 %
·         Bayi mempunyai resiko berkembang menjadi epilepsy
·         Apabila tanpa profilaksis vitamin K yang diberikan pada ibu terdapat 1% terjadi perdarahan perinatal pada bayi.

  IV.      Pengobatan / tatalaksana
Seorang wanita epilepsy yang merencanakan untuk hamil selalu khawatir terhadap janin, kehamilan / perkembangna dan perawatan bayi. Hal ini membutuhkan pengawasan khusus baik sebelum dan selamahamil dan penyuluhan prekonsepsi haruslah berupa bagian yang penting untuk mencegah dan persiapan.

     V.      Obat-obatan Anti Epilepsi
Penelitian pada binatang telah terbukti bahwa semua obat-obatan anti epillepsi adalah bersifat teratogenik dan dihubungkan dengan kadar obat anti epilepsy misalnya fenitopi, berakibat malformasi pada tikus tergantung pada jenis tikus dan dosis yang diberikan. Salah satu bentuk malformasi yang terbanyak tampak pada epilepsy.
Umumnya obat anti epilepsy yang digunakan adalah :
-        Fenitoni
-        Karbamezepi
-        Dan stadium valproat
Dihubungkan dengan mal formasi congenital minor seperti wajah dismorfik dan hipoplasia menghalang distal.
Trimatodio dihubungkan dengan abnormalitas berat dan fenobarbital adalah obat anti epilepsy yang paling rendah tosisitasnya.




  VI.      Obat-obatan tersebut adalah
1.      Trimetadion
Dapat mengakibatkan kelainan pada janin yang sepsifik disebut sindrom trimetodio fetus.
Terdapat resiko tinggi pada sindrom ini yang mana dapat menyebabkan perkembangna yang lambat, anemia kroniofasila dan kelainan jantung bawaan, golongan obat ini digunakan pada kehamilan.

2.      Feitoni
Obat ini digunakan sangat luas seagai obat anti epilepsy pada kelainan dan mempunyai efek teratogenik.
Terdapat kejadian sedikit yang menyebabkan pasien-pasien diobati dengan beberapa obat epilepsy, sehingga sulit mengevaluasi efek obat secara individual. Penggunaan dapat mengakibatkan terjadi sindrom hidatonia fetus.
Dimana epilepsy pada ibu hamil diberikan obat fenitolin biasanya dikombinasi dengan venobarbital.
Sindrom ini terdiri dari abnormalitas kraniofasila, reterdasi mental baik ringan / sedang. Dosis fenitoin antara 150-600 mg /hari.

3.      Sindrom Valproal
Obat ini relative baru dan sedikit data yang berefek pada uteru.
Penggunaan obat ini dapat mengakibatkan kelainan pada janin berupa sindrm vlprout fetus.
Pernah dilaporkan terhadap 7 bayi dilahirkan dari ibu epilepsy yang menggunakan obat ini berupa kelianan pada wajah dengan ciri-ciri.
-        Lipatan epikantis  inferior
-        Jembatan yang dangkal
-        Filtram yang dangkal.
Obat ini pada masusia dapat menembus plasenta secara bebas dan memberikan dosis yang lebih tinggi pada neonatus di ibu.
Obat ini menyebabkan kelainan 4 neural tube defect pada 3wanita epilepsy yang hamil bila diberikan obat ini dapat menyebabkan kelinan tersebut kira-kira 1,2%.  Dosis stadium valproat antara 600-3000 mg /hari.

4.      Karbamazepi
Obat ini terlibat pada mal formasi mayor tetapi dapat menyebabkan retardasi pertumbuhan kepala janin. Penggunaan obat ini (tunggal) / kombinasi dengan venobarbital dapat menyebabkkan retardasi.
Dan dari ibu yang menggunakan obat karbamazepi tunggal ditemukan 20% dengan gangguan perkemabangan. Karbamazepi dapat mengakibatkan kasis spina bifida sebanyak 0,5-1,0%. Dosis karbamazepi 40-1800 mg /hari.

5.      Fenobarbita
Terdapat sedikit keterangna menganai teratogenik dari obat ini. Studi awal mengatakan bahwa sebagian besar wanita epilepsy mendapat kombinasi antara fenotoni dan fenoberbita.
Efek teratogenik obat ini kurang bila dibandingkan dengan obat anti epilepsy lain dan pada manusia. Fenobarbita tidak menyebabkan meningkatnya angka malformasi.
Pemakaian obat ini dapat mengakibatkan sindrom fenobarbita fetus yang berupa disforfin wajah. Gangguan pertumbuhan pre dan pos natal, perkembangna lambat.
Menurut penelitin terdapat tikus yang hamil diberikan obat ini mengakibatkan bibir dan platum sumbing berkisar antara 0,6-3,9%.  Dosis fenobarbita antara 30-240 mg /hari.


VII.      Efek Terotegenik Obat Anti Epilepsi
Hipotensi mekanisme terjadinya teratogenitas obat anti epilepsy adalah :
1.      metabolisme obat anti epilepsy terjadi melalui komponen arene oksid atau epoksid, yang sebagian besar merupakan komponen reaktif yang bersifat teratogenik.
2.      kelas genetic yang disebabkan oleh hidrolase epoksid meningkat resiko terhadap toksitas  fetus atau alternative lain.
3.      radikal bebas yang dihasilkan dari metabolisme obat anti epilepsy dan bersifat sitotosik.
4.      kelainan genetic yang disebabkan oleh “Free ladical SC avenging actifity”. Meningkatkan rasiko terhadap toksisitas fetus.

VIII.      Prosentasi malformasi akibat obat anti epilepsy adalah :
1.      Trimetabion lebih 50 %
2.      Fenitoin 30%
3.      Sodium valproat 1,2%
4.      Kabamezapin 0,5-1%
5.      Fenobarbital 0,6%
Konsentrasi obet anti  epilepsy dalam plasma wanita hamil yang akan melahirkan, malformasi selalu lebih tinggi dari pada kadar obabt antiepilepsi pada wanita epilepsy hamil yang melahirkan.
Pada wanita epilepsy yang hamil dengan menggunakan berbagai jenis obat epilepsy, wanita epilepsy hamil memakai obat epilepsy tunggal. Sudah tentu multiple dan menggunakan dosis tinggi berhubungan dengan jenis epilepsy, yang tidak mudah terkontrol.
Malformais fetal yang berhubungan dengan obat-obatan anti epilepsy, algi pula dengan adanya kemungkinan neonatus cacad akibat malformasi dan anomaly congenital.
Mencakup kasus kelahiran sejumlah 427 pada 186 wanita epilepsy menemukan anak dengan cacad (bibir dan langit-langit sumbing) yang berjumlah cukup banyak.  

No comments:

Post a Comment