BAB
I
PENDAHULUAN
Epilepsi merupakan kelainan Neurologik, dimana pada ibu hamil merupakan
tata laksana yang yang adekuat dan tanpa beresiko baik terhadap ibu / bayi
resiko pada waita epilepsi yang hamil lebih besar dari pada pda normal yang
hamil. Untuk banyak mengulangi resiko, maka dokter ahli neurology bekerja sama
agar bayi dan ibu mengalami kesehatan jasmani dan rohani. Angka kematian
neonatus pada epilepsi yang hamil adalah tiga kali dibanding populasi normal.
Pengaruh kehamilan terhadap epilepsi berparisi kira-kira ¼ kasus
prekuensi bangkitan akan meningkat terutama pada trimester terakhir, ¼ lagi
menurun dan separuhnya lagi tidak mengalami perubahan selama kehamilan. Pengobatan
wanita epilepsi yang hamil pada umumnya dilakuakn menurut prinsif yang sama seperti
pada pasien tidak hamil.
Resiko yang dialami janin karena bangkitan yang dialami oleh ibu mungkin
sama besar dengan yang disebabkan obat anti epilepsy. Mal formasi yang
disebabkan epilepsi akan terjadi pada 4-8 minggu pertama dalam pertumbuhan
janin.
BAB
II
PEMBAHASAN
EPILEPSI PADA
KEHAMILAN
I.
Efek kehamilan terhadap epilepsi
Epilepsy pada kehamilan dibagi menjadi dua kelompok :
a.
Yang sebelumnya sudah menderita epilepsi
b.
Berkembng menjadi epilepsy selama kehamilan
wanita-wanita yang mendapat bangkitan selama masa produksi dapat terjadi secara
isidentil pada kehamilan.
Hormone berpengaruh terhadap bangkitan pada ibu yang
epilepsy yang hamil adalah estrogen dan estrogen dan progesteron.
Pada seorang wanita yang hamil kadar estrogen dlam
darah menurun, sehingga merangsang aktifitas enzim asam glutamate
dekarboksilase dank arena itu sintesa Gamma Amino Butiric Acit (GABA) akan
menurun dalam otak, dengan menurunnya konsentrasi GABA otak akan merangsang
bangkitnya epilepsy.
Pada kehamilan akan terjadi hemodelusi dengan akibat
filtrasi glomelurus berkurang sehingga terjadi retensi cairan serta edema,
akibatnya kadar obat dalam plasma akan menurun. Retensi cairan yang terjadi
menyebabkan Hiponatremi. Keadaan ini akan menimbulkan gangguan parsial dari
“Sodium PUM” yang mengakibatkan peninggian eksitabilitas neuron dan
mempersentasikan bangkitan.
Pada wanita epilepsy yang hamil sangat sulit untuk
menduga terjadinya bangkitan. Karena penomena ini tidak berhubungan dengan tipe
vbangkitan.
Penderita epilepsy terjadinya suatu bangkitan sangat
berbahaya baik untuk ibu maupun jantung akibat trauma yang timbul.
Persalinan akibat bangkitan yang timbul.
Pasien-pasien dengan epilepsy yang berat kemungkinan akan bertambah buruk dan
kadar obat anti epilepsy yang diminum tidak sesuai. Pada wanita yang hamil
volume plasma meningkat kira-kira sepertinya pada trimester 3, hal ini
disebabkan oleh efek dilusi.
Penemuan dan angka penurunan dari konsetrasi obat
epilepsy berbeda bentuk setiap jenis obat penurunan kadar obat dalam darah
untuk fenilion kira-kira 80% terjadi pada trimester 1 juga serupa dengan
venobarbital untuk karbamazepin terbesar penurunannya pada trimester 3.
Pada wanita hamil pada bangkitan dan telah mendapat
obat anti epilepsy maka pemeriksaan yang perlu dilakukan yaitu :
1.
Pemeriksaan kadar obat dalam darah
2.
EEG
3.
CT scan, bila ada kelainan neurologik, dilakukan
tergantung pada stadium kehamilan.
Perubahan-perubahan konsentrasi obat anti epilepsy
secara teratur harus di monitor setiap bulan.
II. Komplikasi
Kehamilan
Wanita epilepsy lebih cenderung memperoleh komplikasi
obstetric dalam masa kehamilan dari pada wanita penduduk rata-rata pengaruh
epilepsy terhadap kehamilan yaitu :
a.
Memelihara bayi premature, didapat 4-11 %
b.
BBLR kurang dari 2500 grditemukan pada 7-10 %
c.
Mikrosefali
d.
Afgar Skor yang rendah
III.
Komplikasi Persalinan
Neonatus wanita epilepsy yang hamil mengalami lebih
banyak resiko karena kesukara dialami ketika perslainan berjalan. Partus
premature lebih sering terjadi pada wanita epilepsy.
Penggunaan obat epilepsy mengakibatkan kontrasi uterus
melemah. Rupture membrane yang terlalu dini. Oleh karena itu maka persalinan
epilepsy hamper selalu harus dipimpin oleh pakar obstetric. Pengggunaan forsep
/ vakum sering dilakukan dan juga SC.
Komplikasi Persalinan
·
Frekuensi pembangkitan meningkat 33%
·
Perdarahan post partum meningkat 10 %
·
Bayi mempunyai resiko berkembang menjadi
epilepsy
·
Apabila tanpa profilaksis vitamin K yang
diberikan pada ibu terdapat 1% terjadi perdarahan perinatal pada bayi.
IV.
Pengobatan / tatalaksana
Seorang wanita epilepsy yang merencanakan untuk hamil
selalu khawatir terhadap janin, kehamilan / perkembangna dan perawatan bayi.
Hal ini membutuhkan pengawasan khusus baik sebelum dan selamahamil dan
penyuluhan prekonsepsi haruslah berupa bagian yang penting untuk mencegah dan
persiapan.
V. Obat-obatan
Anti Epilepsi
Penelitian pada binatang telah terbukti bahwa semua
obat-obatan anti epillepsi adalah bersifat teratogenik dan dihubungkan dengan
kadar obat anti epilepsy misalnya fenitopi, berakibat malformasi pada tikus
tergantung pada jenis tikus dan dosis yang diberikan. Salah satu bentuk
malformasi yang terbanyak tampak pada epilepsy.
Umumnya obat anti epilepsy yang digunakan adalah :
-
Fenitoni
-
Karbamezepi
-
Dan stadium valproat
Dihubungkan dengan mal formasi congenital minor
seperti wajah dismorfik dan hipoplasia menghalang distal.
Trimatodio dihubungkan dengan abnormalitas berat dan
fenobarbital adalah obat anti epilepsy yang paling rendah tosisitasnya.
VI.
Obat-obatan tersebut adalah
1.
Trimetadion
Dapat mengakibatkan kelainan pada janin yang sepsifik
disebut sindrom trimetodio fetus.
Terdapat resiko tinggi pada sindrom ini yang mana
dapat menyebabkan perkembangna yang lambat, anemia kroniofasila dan kelainan
jantung bawaan, golongan obat ini digunakan pada kehamilan.
2.
Feitoni
Obat ini digunakan sangat luas seagai obat anti
epilepsy pada kelainan dan mempunyai efek teratogenik.
Terdapat kejadian sedikit yang menyebabkan
pasien-pasien diobati dengan beberapa obat epilepsy, sehingga sulit
mengevaluasi efek obat secara individual. Penggunaan dapat mengakibatkan
terjadi sindrom hidatonia fetus.
Dimana epilepsy pada ibu hamil diberikan obat
fenitolin biasanya dikombinasi dengan venobarbital.
Sindrom ini terdiri dari abnormalitas kraniofasila,
reterdasi mental baik ringan / sedang. Dosis fenitoin antara 150-600 mg /hari.
3.
Sindrom Valproal
Obat ini relative baru dan sedikit data yang berefek pada uteru.
Penggunaan obat ini dapat mengakibatkan kelainan pada
janin berupa sindrm vlprout fetus.
Pernah dilaporkan terhadap 7 bayi dilahirkan dari ibu
epilepsy yang menggunakan obat ini berupa kelianan pada wajah dengan ciri-ciri.
-
Lipatan epikantis inferior
-
Jembatan yang dangkal
-
Filtram yang dangkal.
Obat ini pada masusia dapat menembus plasenta secara
bebas dan memberikan dosis yang lebih tinggi pada neonatus di ibu.
Obat ini menyebabkan kelainan 4 neural tube defect
pada 3wanita epilepsy yang hamil bila diberikan obat ini dapat menyebabkan
kelinan tersebut kira-kira 1,2%. Dosis
stadium valproat antara 600-3000 mg /hari.
4.
Karbamazepi
Obat ini terlibat pada mal formasi mayor tetapi dapat
menyebabkan retardasi pertumbuhan kepala janin. Penggunaan obat ini (tunggal) /
kombinasi dengan venobarbital dapat menyebabkkan retardasi.
Dan dari ibu yang menggunakan obat karbamazepi
tunggal ditemukan 20% dengan gangguan perkemabangan. Karbamazepi dapat
mengakibatkan kasis spina bifida sebanyak 0,5-1,0%. Dosis karbamazepi 40-1800
mg /hari.
5.
Fenobarbita
Terdapat sedikit keterangna menganai teratogenik dari
obat ini. Studi awal mengatakan bahwa sebagian besar wanita epilepsy mendapat
kombinasi antara fenotoni dan fenoberbita.
Efek teratogenik obat ini kurang bila dibandingkan
dengan obat anti epilepsy lain dan pada manusia. Fenobarbita tidak menyebabkan
meningkatnya angka malformasi.
Pemakaian obat ini dapat mengakibatkan sindrom
fenobarbita fetus yang berupa disforfin wajah. Gangguan pertumbuhan pre dan pos
natal, perkembangna lambat.
Menurut penelitin terdapat tikus yang hamil diberikan
obat ini mengakibatkan bibir dan platum sumbing berkisar antara 0,6-3,9%. Dosis fenobarbita antara 30-240 mg /hari.
VII. Efek
Terotegenik Obat Anti Epilepsi
Hipotensi mekanisme terjadinya teratogenitas obat anti
epilepsy adalah :
1.
metabolisme obat anti epilepsy terjadi melalui komponen
arene oksid atau epoksid, yang sebagian besar merupakan komponen reaktif yang
bersifat teratogenik.
2.
kelas genetic yang disebabkan oleh hidrolase epoksid
meningkat resiko terhadap toksitas fetus
atau alternative lain.
3.
radikal bebas yang dihasilkan dari metabolisme obat
anti epilepsy dan bersifat sitotosik.
4.
kelainan genetic yang disebabkan oleh “Free ladical SC
avenging actifity”. Meningkatkan rasiko terhadap toksisitas fetus.
VIII. Prosentasi
malformasi akibat obat anti epilepsy adalah :
1.
Trimetabion lebih 50 %
2.
Fenitoin 30%
3.
Sodium valproat 1,2%
4.
Kabamezapin 0,5-1%
5.
Fenobarbital 0,6%
Konsentrasi obet anti
epilepsy dalam plasma wanita hamil yang akan melahirkan, malformasi
selalu lebih tinggi dari pada kadar obabt antiepilepsi pada wanita epilepsy
hamil yang melahirkan.
Pada wanita epilepsy yang hamil dengan menggunakan
berbagai jenis obat epilepsy, wanita epilepsy hamil memakai obat epilepsy
tunggal. Sudah tentu multiple dan menggunakan dosis tinggi berhubungan dengan
jenis epilepsy, yang tidak mudah terkontrol.
Malformais fetal yang berhubungan dengan obat-obatan
anti epilepsy, algi pula dengan adanya kemungkinan neonatus cacad akibat
malformasi dan anomaly congenital.
Mencakup kasus kelahiran sejumlah 427 pada 186 wanita
epilepsy menemukan anak dengan cacad (bibir dan langit-langit sumbing) yang
berjumlah cukup banyak.
No comments:
Post a Comment