ASUHAN KEBIDANAN PADA BAYI NY. M
DENGAN
ASFIKSIA BERAT
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Hipoksia yang terdapat
pada penderita asfiksia ini merupakan faktor
terpenting yang dapat menghambat bayi baru lahir terhadap kehidupan extra
uterin. Penilaian statistik dan pengalaman klinis atau patologi anatomis
menunjukkan bahwa keadaan ini merupakan penyebab utama mortalitas dan
morbiditas bayi baru lahir. Hal ini dibuktikan oleh Dragc and Berendes 1966
yang mendapatkan bahwa scor apgar yang rendah sebagai manifestasi
hipoksia berat pada bayi saat lahir akan memperlihatkan angka kematian yang
tinggi.
terpenting yang dapat menghambat bayi baru lahir terhadap kehidupan extra
uterin. Penilaian statistik dan pengalaman klinis atau patologi anatomis
menunjukkan bahwa keadaan ini merupakan penyebab utama mortalitas dan
morbiditas bayi baru lahir. Hal ini dibuktikan oleh Dragc and Berendes 1966
yang mendapatkan bahwa scor apgar yang rendah sebagai manifestasi
hipoksia berat pada bayi saat lahir akan memperlihatkan angka kematian yang
tinggi.
Hasil Survey di RSUD dapat diketahui angka kejadian asfiksia
berat pada periode 2007 sebanyak 160 dari angka kelahiran hidup 10.000,
sehingga didapat angka kejadian asfiksia berat sebesar 1,6 %.
Penyebab utama kematian bayi baru lahir / neonatal (0 - 1
bulan) di Indonesia menurut hasil survei kesehatan Nasional 2001 dan kasus
asfiksia ini merupakan kasus no. 2 dari penyebab kematian bayi sebesar 25 %.
Di RSUD masih banyak
kasus asfiskia . diantaranya yaitu asfiksia berat dan rumah sakit umum daerah
termasuk sebagai rumah sakit rujukan.
Pada saat penulis melakukan praktek klinik kebidanan sering
menerima dan merawat kasus bayi dengan asfiksia sehingga penulis merasa tertarik
untuk mengangkat asuhan kebidanan pada bayi dengan kasus asfiksia berat Ny. M
1.2 Tujuan
1.2.1
Tujuan umum
Diharapkan penulis
dapat memberikan asuhan kebidanan
pada BBL dengan asfiksia dengan
menerapkan manajemen varney
dan mendokumentasikan
dengan SOAP secara
komprehensif dan berkesinambungan.
1.2.2
Tujuan khusus
1.2.2.1 Mahasiswi mampu
melakukan pengkajian pada
bayi dengan asfiksia dengan mengumpulkan data subyektif
yang berasal dari pasien dan data obyektif dari hasil pemeriksaan.
1.2.2
Mahasiswi mampu menginterpretasikan data untuk menegakkan diagnosa
dan masalah kebidanan pada bayi asfiksia.
dan masalah kebidanan pada bayi asfiksia.
1.2.2.2 Mahasiswi mampu
menegakkan diagnosa dan masalah potensial pada bayi dengan asfiksia.
1.2.2.3 Mahasiswi mampu
mengidentifikasi kebutuhan akan tindakan segera pada bayi dengan asfiksia.
1.2.2.4 Mahasiswi mampu
merencanakan tindakan asuhan kebidanan pada bayi dengan asfiksia.
1.2.2.5 Mahasiswi mampu
melakukan tindakan perawatan pada
bayi dengan asfiksia sesuai dengan perencanaan tindakan.
1.2.2.6 Mahasiswi mampu
mengevaluasi setelah dilakukan tindakan pada bayi dengan asfiksia.
1.3 Metode Penulisan
Dalam penulisan makalah ini penulis menggunakan
beberapa jenis metode pengumpulan data antara lain :
1.3.1
Wawancara
Yaitu dengan mengumpulkan data.
1.3.2
Observasi
Yaitu dengan mengamati secara langsung keadaan klien dan
keluarganya.
1.3.3
Studi kepustakaan
Yaitu
dengan cara mempelajari
buku-buku dan sumber
lain untuk mendapatkan dasar-dasar ilmiah yang
berhubungan dengan penulisan studi kasus ini.
1.3.4
Dokumentasi
Tehnik pengumpulan data dengan cara mempelajari
dan menjalin data sehingga dapat dijadikan sebagai pendukung dalam menganalisa
data.
1.4 Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan
yang dipakai penulis dalam membuat laporan
studi kasus ini adalah sebagai berikut:
studi kasus ini adalah sebagai berikut:
BAB I PENDAHULUAN : Meliputi
latar belakang, tujuan, metode penulisan
dan sistematika penulisan.
BAB II TINJAUAN
PUSTAKA : Meliputi konsep medis dan konsep, asuhan
kebidanan.
BAB III TINJAUAN
KASUS :
Meliputi pendokumentasian dengan menggunakan sistem SOAP.
BAB IV PEMBAHASAN
BAB V PENUTUP : Kesimpulan dan saran
DAFTAR PUSTAKA
BAB
II
TINJAUAN
PUSTAKA
2.1 Konsep Medis
2.1.1
Pengertian
2.1.1.1 Bayi baru lahir adalah
bayi yang mengalami proses kelahiran dan harus menyesuaikan dari
kehidupan intra uteri
ke kehidupan ekstra
uteri
2.1.1.2 Bayi baru
lahir adalah organisme
yang sedang tumbuh
yang baru mengalami intra uteri
ke kehidupan ekstra uteri.
2.1.1.3 Asfiksia Neonatorum
adalah keadaan dimana bayi tidak dapat benafas secara spontan dan segera setelah
lahir yang disertai dengan keadaan hipoksia hyperkanoe dan berakhir dengan
asidosis.
2.1.1.4 Asfiksia berarti hipoksia
yang progesif, penimbunan CO2 dan asidosis
2.1.1.5 Asfiksia berat adalah BBL
tidak dapat bernafas secara spontan dan teratur sampai apnoe.
2.1.1.6 Asfiksia neonaturum
adalah adalah keadaan bayi yang tidak dapat bernafas spontan dan
teratur, sehingga dapat menurunkan O2
dan makin meningkatkan CO2 yang
menimbulkan akibat buruk dalam kehidupan lebih lanjut
2.1.2
Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya asfiksia
2.1.2.1 Faktor Maternal
Faktor yang dapat menyebabkan asfiksia adalah :
a.
Penyakit kronis
b.
Perdarahan ante partum Penyakit infeksi
c.
Ketuban pecah dini
d.
Partus lama
2.1.2.2 Faktor Neonatal
Faktor neonatal yang dapat menyebabkan asfiksia adalah
e. Kelainan letak
f. Distorcia
g. Hidramnion
h. Lahir prematur
i.
Berat Badan Lahir rendah (BBLR)
j.
Ketuban bercampur mekonium
2.1.2.3 Faktor tali pusat
k. Kelainan tali pusat
l.
Tali pusat pendek
2.1.2.4 Faktor placenta
m.
Solutio placenta
2.1.3
Karakteristik dan Tanda-tanda Gejaia Bayi dengan Asfiksia
2.1.3.1 Asfiksia Ringan
n. APGAR Score : 6
Refleks :
Moro (+) baik
Grafing (+)
baik
Menghisap (+)
baik
2.1.3.2 Asfiskia Berat
o. APGAR Score : 4-6
Refleks :
Moro (+) baik
Grafing (+)
baik
Menghisap (+)
baik
2.1.3.3 Asfiksia Berat
p. APGAR Score : 0-3
Refleks :
Moro lemah
Grafing lemah
Menghisap lemah
2.1.4
Patofisiologis
Penjelasan Patofisiologi
Faktor-faktor yang menyebabkan bayi asfiksia
q.
Penyakit Kronis
Hipertensi, penyakit jantung
Gangguan aliran darah uterus dimana berkurangnya
aliran darah pada uterus akan menyebabkan berkurang pula pengaliran oksigen ke
placenta dan demikian pula ke janin mengalami hipoksia yang menyebabkan
asfiksia neonatorum. Terjadi karena gangguan pertukaran gas serta O2
dari ibu ke janin sehingga terdapat gangguan dalam persediaan O2 dan
dan dalam menghilangkan CO2. gangguan ini dapat berlangsung secara
menahun akibat kelainan pada ibu selama kehamilan. Gangguan menahun dalam
kehamilan dapat berupa gizi ibu yang buruk, penyakit menahun seperti hipertensi
dan penyakit jantung. Pada keadaan ini pengaruh terhadap janin disebabkan oleh
gangguan oksigenterasi serta kekurangan pemberian zat-zat makanan berhubungan
dengan gangguan fungsi placenta.
r.
Jenis persalinan
Partus lama dengan vacum ekstrasi menyebabkan
gangguan pertukaran gas serta transfer O2 dari ibu ke janin,
gangguan dalam persediaan O2 sehingga janin kekurangan O2.
s.
Faktor janin
Kompresi umbilicus akan mengakibatkan
terganggunya aliran darah dalam pembuluh darah umbilikus, sehingga menghambat
pertukaran gas antara ibu ke janin.
t.
Faktor kelainan kongenital
Depresi pusat pernafasan bayi.
u. Maternal
v. Fetal
w. Tali pusat
x. Placenta
2.1.5
Penanganan Asfiksia
2.1.5.1 Bila janin kekurangan O2
dan kadar CO2 bertambah timbullah rangsangan terhadap nervus vagus sehingga
bunyi jantung janin menjadi lambat. Bila kekurangan O2 ini terus berlangsung maka nervus vagus
tidak dapat dipengaruhi lagi maka
timbulah kini rangsang
dari nervus vagus simpatikus sehingga mengakibatkan DJJ
menjadi lebih cepat, akhirnya ireguler dan menghilang. Secara klinis
tanda-tanda asfiksia adalah denyut jantung janin yang lebih cepat dari 160 x/menit atau kurangdari 100 x/menit, halus dan ireguler serta adanya
pengeluaran mekonium.
2.1.5.2 Kekurangan O2 juga
merangsang usus sehingga mekonium keluar sebagai tanda janin asfiksia
2.1.5.3 Janin akan mudah
mengadakan pernafasan intra uterine dan apabila kita periksa kemudian terdapat
banyak air ketuban dan mekonium dalam para.
ronkus tersumbat dan akan terjadi atelektasis bila janin lahir alveoli
tidak berkembang.
2.1.6
Penatalaksanaan Asfiksia
2.1.6.1 Mencegah Kehilangan Panas
·
Alat pemancar panas telah diaktifkan sebelumnya sehingga tempat meletakkan
bayi hangat.
·
Bayi diletakkan dibawah alat pemancar panas, tubuh dan kepala bayi
dikeringkan dengan menggunakan
handuk atau selimut
hangat (Apabila diperlukan penghisapan lendir mekonium, dianjurkan untuk
menunda pengeringan tubuh yaitu setelah mekonium dihisap dari trakhea)
·
Untuk bayi yang sangat kecil (BB kurang dari 1500 gram) atau
apabila suhu ruangan sangat dingin dianjurkan untuk menutup bayi dengan sehelai
plastik tipis yang tembus pandang.
2.1.6.2 Meletakkan bayi dalam
posisi yang benar
·
Bayi diletakkan terlentang di alas yang datar, kepala lurus dan
leher sedikit tengadah (ekstensi)
·
Untuk mempertahankan leher agar tetap tengadah, letakkan handuk atau selimut
yang digulung dibawah
bahu bayi, sehingga
bahu terangkat % sampai 1 inci (2-3 cm)
2.1.6.3 Membersihkan jalan nafas
·
Kepala bayi dimiringkan agar cairan berkumpul dimulut dan tidak difaring
bagian belakang.
·
Mulut dibersihkan dahulu dengan maksud :
-
Cairan tidak teraspirasi
-
Hisapan pada hidung akan menimbulkan penafasan megap-megap (gasping)
-
Apabila mekonium kental
dan bayi mengalami depresi
harus dilakukan penghisapan dari trakhea dengan menggunakan pipa endotrakhea
(pipa ET)
2.1.6.4 Menilai bayi
Penilaian bayi dilakukan berdasarkan 3 gejala yang sangat penting
bagi kelanjutan hidup bayi
-
Usaha bernafas
-
Frekuensi denyut jantung
-
Warnakulit
2.1.6.5 Menilai usaha bernafas
·
Apabila bayi bernafas spontan dan memadai lanjutkan dengan menilai
frekuensi denyut jantung
·
Apabila bayi mengalami
apnu atau sukar
bernafas dilakukan rangsangan
taktil dengan menepuk-nepuk atau menyentil telapak kaki bayi atau
menggosok-gosok punggung bayi
sambil memberikan oksigen
·
Apabila setelah beberapa detik tidak terjadi reaksi atas
rangsangan taktil, mulailah pemberian VTP (Ventilasi Tekanan Positif)
·
Pemberian oksigen harus berkonsentrasi 100% (yang diperoleh dari tabung
oksigen). Kecepatan aliran oksigen paling sedikit 5 liter/menit, apabila
sungkup tidak tersedia oksigen 100% persen diberikan melalui pipa yang ditutupi
tangan diatas muka bayi dan aliran oksigen tetap terkonsentrasi pada muka bayi.
Untuk mencegah kehilangan panas dan pengeringan
mukosa saluran nafas,
oksigen yang diberikan perlu dihangatkan dan dilembabkan
melalui pipa berdiameter besar.
2.1.6.6 Menilai frekuensi denyut
jantung bayi
·
Segera setelah bayi lahir, segera lakukan penilaian frekuensi
denyut jantung bayi
·
Apabila frekuensi denyut jantung bayi kurang dari 100 x/menit,
walaupun bayi bernafas spontan. menjadi indikasi untuk dilakukan VTP
2.1.6.7 Menilai warna kulit bayi
·
Penilaian warna kulit diiakukan apabila bayi benafas apontan dan frekuensi
denyut jantung bayi lebih dari 100 x/menit.
·
Apabila terdapat sianosis sentral, oksigen tetap diberikan.
·
Apabila terdapat sianosis
perifer, oksigen tidak
perlu diberikan. Sianosis perifer
disebabkan oleh karena peredaran darah yang masih lamban.
2.1.6.8 Ventilasi Tekanan Positif
(VTP)
·
VTP dilakukan dengan sungkup dan balon resusitasi atau dengan sungkup
dan tabung.
·
Kecepatan ventilasi 40-60 kali/menit
·
Tekanan ventilasi untuk nafas pertama 30-40 cm H2O
setelah nafas pertama memburuhkan tekanan 15-20 cm H2O.
·
Suara nafas didengar dengan menggunakan stetoskop. Adanya suara nafas
dikedua paru-paru merupakan indikasi bahwa bayi mendapat ventilasi yang benar.
·
Apabila dengan tahapan
diatas dada bayi
masih tetap kurang berkembang, sebaiknya dilakukan inkubasi endotrakheal (ET) dan ventilasi pipa ET-balon.
2.1.6.9 Menilai frekuensi denyut
jantung bayi pada saat VTP
·
Frekuensi denyut
jantung bayi dinilai
setelah selesai melakukan
ventilasi 15-20 detik pertama
ventilasi 15-20 detik pertama
·
Frekuensi denyut jantung bayi dibagi dalam 3 kategori yaitu :
a. Lebih dari 100 x/menit
b. Antara 60-100 x/menit
c. Kurang dari 60 x/menit
·
Apabila frekuensi denyut jantung bayi > 100 x/menit bayi mulai bernafas spontan.
Dilakukan rangsangan taktil
untuk merangsang frekuensi dan
dalamnya pernafasan. VTP dapat dihentikan dan oksigen arus bebas diberikan, jika wajah bayi tampak merah
oksigen dapat dikurangi secara bertahap. Apabila pernafasan spontan dan adekuat
terjadi lanjutkan VTP.
·
Apabila frekuensi denyut jantung bayi antara 60-100 x/menit. VTP dilanjutkan
dengan memantau frekuensi denyut jantung bayi. Apabila frekuensi denyut jantung
bayi < 60 x/menit, dimulai kompresi dada bayi.
·
Apabila frekuensi denyut jantung bayi < 60 x/menit, VTP
dilanjutkan, periksa ventilasi apakah adekuat dan oksigen yang diberikan benar 100%
segera dimulai kompresi dada bayi
2.1.6.10 Memasang Kateter orogastrik
·
VTP balon dan sungkup lebih lama dari 2 menit harus dipasang
kateter orogastrik dan tetap terpasang selama ventilasi, karena selama ventilasi udara dari orofaring dapat masuk ke oesofagus dan lambung
kateter orogastrik dan tetap terpasang selama ventilasi, karena selama ventilasi udara dari orofaring dapat masuk ke oesofagus dan lambung
·
Alat yang dipakai adalah pipa orogastrik no. 8F semprit 20 ml.
2.1.6.11 Kompresi dada
·
Kompresi dada dilakukan 1/3 bagian bawah tulang dada dibawah garis
khayal yang dapat menghubungkan kedua puting susu bayi, hati-hati jangan
menekan prosesus sifadeus
·
Rasio kompresi dada dan ventilasi dalam 1 menit adalah 90 kompresi
dada dan 30 ventilasi (3 :
1). Dengan demikian kompresi dada dilakukan 3 kali dalam 1,5 detik dan Vi
detik untuk ventilasi 1 kali.
2.1.6.12 Memberikan obat-obatan
·
Obat-obatan diberikan apabila :
Frekuensi
jantung bayi tetap dibawah 60 permenit walaupun telah dilakukan ventilasi
adekuat (dengan oksigen 100%). Dan kompresi dada untuk paling sedikit 30 detik
atau frekuensi jantung nol.
·
Dosis obat didasarkan pada berat bayi (ditaksis)
·
Vena umbilikus adalah tempat yang dipilih untuk pemberian obat
·
Epinefrin ialah obat pertama
yang diberikan. Dosis
0,1 - 0,3 ml/kg BB untuk larutan berkadar 1 :
10.000 diberikan IV atau melalui pipa endotrakeal
·
Volume expanders digunakan untuk
menanggulangi efek hipovolemia.
Dosis 10 ml/kg BB diberikan intra vena (IV) dengan kecepatan pemberian selama
waktu 5 sampai 10 menit
2.1.6.13 Keputusan untuk
menghentikan resusitasi kardiopulmonal
Resusitasi kardiopulmonal dihentikan apabila setelah 30 menit
tindakan resusitasi dilakukan tidak ada respon dari bayi
2.2 Konsep Asuhan kebidanan
2.2.1
Pengkajian
A.
Identitas
1.
Bayi
Nama bayi : Untuk
membedakan identitas pasien
Jenis kelamin : untuk
membedakan identitas bayi
Tgl / jam lahir : Untuk
menentukan waktu kejadian
2.
Orang
Tua
Nama ibu : Untuk
membedakan pasien yang satu dengan yang lain dan memudahkan mengidentifikasi
pasien.
Umur :
Untuk mengetahui apakah umur ibu pada
saat melahirkan terlaku tua atau terlalu muda. Usia resiko tidak mempengaruhi
terjadi asfiskia terutama asfiksia berat.
Kebangsaan : Untukmengetahui
latar belakang adat-siatiadat dan kebudayaan pasien.
Agama : Untuk
mengetahui bagaimana kita memberikan dukungan kepada ibu dalam menghadapi
keadaan bayinya.
Pendidikan : Untuk
mengetahui latar belakang tingkat pendidikan dan bagaimana kita memberikan
konseling.
Pekerjaan : Untuk
mengetahui status social ekonomi karena pada status ekonomi rendah kemungkinan
kurang mengkonsumsi makanan bergizi. Hal ini dapat mempengaruhi asfiksia. Untuk
mengetahui beban kerjanya karena klien
yang bekerja berat akan berpengaruh pada kehamilan salah satunya asfiksia
berat..
Alamat : Untuk
mengetahui kondisi temapt tinggalnya.
B.
Riwayat kehamilan, persalinan sekarang
1.
Riwayat Kehamilan
a. Pemeriksaan kehamilan
Apabila
pemeriksaan kehamilan tidak dilakukan oleh tenaga kesehatan, maka resiko selama
ibu hamil tidak dapat dideteksi sedini mungkin
b. Imunisasi selama
kehamilan
Pada
ibu hamil selama hamil mendapat imunisasi TT 2x untuk memberikan kekebalan pada
ibu dan bayi terhadap penyakit tetanus toxoid.
2.
Riwayat Persalinan
a. Penolong persalinan
Untuk
mengetahui oleh siapa ibu ditolong saat melahirkan apabila ditolong oleh bukan
tenaga kesehatan pada bayi dengan asfiksia tidak dapat ditangani dengan tepat
dan cepat karena kurangnya pengetahuan dalam menangani asfiksia dan harus
dirujuk.
b. Jenis persalinan
Untuk
mengetahui jenis persalinan pada saat ibu melahirkan persalinan dengan partus
lama. Pada tindakan vacum ekstrasi oleh forcep dapat menyebabkan bayi asfiksia
c. Tempat persalinan
Tempat
bersih, nyaman akan membantu ibu dalam proses menghadapi persalinan dan
memperkecil kemungkinan terjadinya infeksi dalam persalinan. Tempat persalinan
di rumah pada kasus bayi dengan asfiksia tidak dapat ditangani dengan baik dan
dianjurkan untuk dirujuk. Tetapi apabila ditolong di rumah sakit dapat
ditangani dengan secepat mungkin dan dengan sebaiknya karena sarana prasarana
yang lebih lengkap
d. Lama persalinan
Persalinan yang terlalu lama dapat mengakibatkan gangguan baik
pada ibu maupun pada janin dan hai ini dapat menyebabkan bayi asfiksia
e. Masalah yang terjadi
selama persalinan
Pada kasus neonatus dengan bayi asfiksia keadaan air ketuban yang
keruh atau bercampur dengan mekonium pada letak kepala sangat mempengaruhi
terhadap bayi dengan asfiksia
C.
Data Obyektif
Adalah
data yang diperoleh
dari hasil pemeriksaan
secara
menyelurah
menyelurah
1.
Antropometri
Pada
bayi normal pemeriksaan antropometri yaitu berat badan 2500 - 4000 gram,
panjang badan 46 - 52 cm, lingkar kepala 33 - 34 cm, lingkar dada 30 - 33 cm.
Sedangkan pada kasus asfiksia pemeriksaan antropometri yaitu berat badan <
2500 gram, panjang badan < 46 cm, lingkar kepala < 33 cm, lingkar dada
< 30 cm.
2.
Refleks
Pada
bayi baru lahir normal pergerakan tonus otot kuat. Sedangkan pada kasus
asfiksia berat biasanya pergerakan tonus otot lemah.
3.
Menangis
Pada
bayi baru lahir normal setelah bayi baru lahir akan segera menangis dengan
kuat. Sedangkan pada asfiksia sesaat setelah lahir bayi menangis sangat lemah
bahkan tidak sama sekali. Pada kasus asfiksia berat bayi tidak menangis segera.
4.
Tanda-tanda vital
a. Pada bayi normal
-
Suhu bayi sekitar 36 - 37° C
-
Nadi antara 100 - 120 x/menit
-
Nafas teratur
b. Pada kasus asfiksia berat
-
Suhu bayi hipotermi yaitu dibawah 36° C
-
Nadi < 100 x/menit
-
Nafas megap-megap sampai apnea
c. Nafas megap-megap atau
tidak bernafas
5.
Kepala
Pada kasus asfiksia biasanya kepala dalam keadaan normal.
6. Mata
Pada bayi asfiksia reflek untuk membuka mata
lemah.
7. Hidung
Pernafasan megap-megap menandakan bahwa bayi
mengalami kesulitan dalarn benafas. Pengeluaran sekret dari hidung mengakibatkan
bayi mengalami kesulitan benafas. Pada kasus asfiksia biasanya pernafasan belum
teratur dan cepat.
8. Mulut
Pada asfiksia biasanya reflek menghisap masih
lemah dan warna pada bibir berwarna kebiruan.
9. Telinga
Pada kasus asfiksia keadaan telinga normal.
10. Leher
Pada kasus asfiksia biasanya pergerakan leher
masih lemah.
11. Dada / sistem pernafasan
Pada bayi baru lahir
normal bentuk dada simetris dan tidak ada tarikan dinding otot dada. Sedangkan
pada kasus asfiksia berat bentuk dada tidak simetris, berarti belum
terbentuknya otot-otot dada yang kurang
sempurna. Pada kasus asfiksia ditemukan
adanya tarikan dinding dada
12.
Perut
Bentuk
perut normal adalah silindris, pada kasus asfiksia keadaan
perut normal.
13.
Tali Pusat
Pada
bayi baru lahir normal tali pusat berkisar 40 cm atau lebih. Sedangkan pada
kasus asfiksia tali pusat cenderung lebih pendek. Pada kasus
asfiksia tali pusat bisa normal bisa tidak. Pada tali pusat yang
sangat pendek dapat
menyebabkan asfiksia. .
14.
Kulit
Pada
bayi normal wama kulit biasanya merah. sedangkan pada asfiksia warna
kuiit bayi biasanya pucat, cyanosis.
15.
Punggung
Pada
asfiksia biasanya bentuk punggung normal.
16.
Ekstremitas
Pada
kasus asfiksia gerakan kaki dan tangan biasanya pasif atau
lemah, warna kulit pada ekstremitas atas dan bawah pucat,
cyanosis.
17.
Genetalia
Pada
wanita, labia mayora dan minora dalam keadaan normal, sedangkan pada
laki-laki testis dalam keadaan normal.
18.
Anus
Lubang
anus ada dan normal.
2.2.2
Intepretasi Data
Pada langkah ini dilakukan identifikasi yang
benar terhadap diagnosa adalah masalah dan kebutuhan klien berdasarkan
inteprestasi yang benar atas data-data yang telah dikumpulkan.
Diagnosa : NCB
SMK, ... hari/..... jam
lahir spontan dengan
asfiksia berat
Dasar: .... a. Denyut jantung terus menurun. Frekuensi
jantung 110 x/menit
b. Pernafasan
megap-megap dalam usaha nafas 20
x/menit tidak teratur
x/menit tidak teratur
c. Tonus
otot neuromuskuler berkurang
d. Reflek
lemah dengan sedikit gerakan
e. Warna
kulit tubuh kebiruan, ekstremitas kebiruan
f. Tidak
segera menangis
Masalah : Bayi hiporteimi dan sulit bernafas
Kebutuhan : O2 dan infus dan menjaga kehangatan
Masalah : Bayi hiporteimi dan sulit bernafas
Kebutuhan : O2 dan infus dan menjaga kehangatan
2.2.3
Identifikasi Diagnosa
Pada langkah
ini kita mengidentifikasi masalah
atau diagnosa potensial
lainnya berdasarkan rangkaian masalah dan diagnosa serta identifikasi.
Diagnosa potensial
1.
Potensial terjadinya kerusakan saraf otot
2.
Potensial terjadinya asidosis
3.
Potensial terjadinya apnae
4.
Potensial terjadinya henti jantung
2.2.4
Identifikasi kebutuhan akan tindakan
segera / Kolaborasi
Pada langkah ini identifikasi kebutuhan yang memerlukan penanganan segera mengidentifikasikan perlunya
tindakan segera oleh bidan atau dokter untuk dikonsultasikan
atau ditangani bersama dengan anggota tim kesehatan yang sesuai dengan kondisi
klien.
1.
Tindakan resusitasi
2.
kolaborasi dengan dokter spesialisasi anak untuk teraphy dan
tindakan lebih lanjut
tindakan lebih lanjut
2.2.5
Merencanakan asuhan yang menyeluruh
Pada langkah ini dilakukan asuhan yang menyeluruh oleh
langkah-langkah sebelumnya.
·
Langkah-langkah resusitasi
Cegah kehilangan panas dengan alat pemancar panas yang telah
diaktifkan sebelumnya sehingga tempat meletakkan bayi hangat. Bayi diletakkan
dibawah alat pemancar panas. Keringkan tubuh bayi dan kepala bayi dengan
menggunakan handuk atau selimut hangat (apabila diperlukan penghisapan mekonium
dianjurkan dengan menunda pengeringan tubuh yaitu setelah mekonium dihisap dari
trakhea). Letakkan bayi dalam posisi benar.
Bayi
diletakkan terlentang diatas alas yang datar, kepala lurus dan leher sedikit
tengadah (extensi) untuk mempertahankan agar leher tetap tengadah letakkan
handuk atau selimut yang digulung dibawah bahu bayi sehingga bahu bayi
terangkat % - 1 inci.
·
Bersihkan jalan nafas
Kepala
bayi dimiringkan agar cairan berkumpul di mulut dan tidak difaring bagian
belakang, mulut dibersihkan apabila ada mekonium kental dan bayi mengalami
depresi harus dilakukan penghisapan dari trakea dengan menggunakan pipa
enditrakhea .. (pipaET).
-
Lakukan rangsangan taktil dengan menepuk telapak kaki bayi
-
Nilai usaha nafas bayi, frekuensi denyut jantung, warna kulit
-
Berikan O2 2 liter dengan tekanan >30 cm H2O
2.2.6
Melaksanakan perencanaan
Pada langkah ini direncanakan asuhan menyeluruh
seperti yang telah diuraikan pada langkah 1-5 dilakukan secara efisien dan
efektif.
-
Mencegah kehilangan panas dengan alat pemancar panas yang telah
diaktifkan sebelumnya sehingga
tempat , rneletakkan bayi hangat.
Bayi diletakkan dibawah
alat pemancar panas.
-
Mengeringkan tubuh bayi dan kepala bayi dengan menggunakan handuk
atau selimut hangat (apabila diperlukan penghisapan mekonium dianjurkan dengan
menunda pengeringan tubuh yaitu setelah mekonium dihisap dari trakhea)
-
Meletakkan bayi dalam posisi benar
Bayi diletakkan terlentang diatas alas yang
datar, kepala lurus dan leher sedikit tengadah (extensi) untuk mempertahankan
agar leher tetap tengadah letakkan handuk atau selimut yang digulung dibawah
bahu bayi sehingga bahu bayi terangkat ¾ - 1 inci.
-
Membersihkan jalan nafas
Kepala bayi dimiringkan agar cairan berkumpul di
mulut dan tidak difaring bagian belakang, mulut dibersihkan apabila ada mekonium kental
dan bayi mengalami
depresi harus dilakukan penghisapan dari trakea dengan
menggunakan pipa endotrakhea (pipa ET).
-
Menilai usaha nafas bayi, frekuensi denyut jantung, warna kulit.
-
Memberikan O2 2 liter dengan tekanan 30 cm H2O. Melakukan
resusitasi atau VTP (Ventilasi Tekanan Positif).
2.2.7
Evalusi
Pada langkah ini dilakukan evaluasi keefektifan dari usaha yang
sudah diberikan meliputi
pemenuhan kebutuhan akan
bantuan, apakah benar-benar telah
terpenuhi sesuai dengan
kebutuhan sebagaimana telah diidentifikasi di dalam masalah dan
diagnosa.
Telah diidentifikasikan di dalam masalah dan diagnosa :
-
Bayi dalam keadaan hangat ditempatkan di dalam inkubator
-
Oksigen terpasang 1-2 liter
-
Bayi menangis lemah, pernafasan belum teratur, wama kulit kemerahan.
-
Tali pusat dalam keadaan bersih, tidak ada perdarahan
-
Apnae dan henti jantung tidak terjadi
-
Kerusakan saraf otak tidak terjadi
-
Asidosis pada bayi tidak terjadi
BAB III
TINJAUAN
KASUS
Tanggal : 12 Maret 2008
Jam :
05.30 WIB
Oleh :
3.1
Pengkajian
3.1.1
Identitas
3.1.1.1
Bayi
Nama bayi :
bayi Ny. M
Umur bayi :
0 hari
Tgl / jam lahir :
12 Maret 2008 jam 09.00 WIB
Berat badan :
2900 gram
Panjang badan :
48 cm
No. register :
301726
3.1.1.2
Orang
Tua
Nama Ibu :
Ny. M
Umur :
25 tahun
Agama :
Islam
Bangsa :
Sunda / Indonesia
Pendidikan :
SMP
Pekerjaan :
Tidak bekerja
3.1.2
Riwayat
kehamilan, persalinan dan nifas sekarang
3.1.2.1
Riwayat kehamilan
a. Pemeriksaan kehamilan
·
Triwulan
I : 2 kali kebidan, selama triwulan I ibu masih mengalami keluhan mual
dan muntah, nafsu makan berkurang.
·
Triwulan II : 2
kali tempat pemeriksaan di BPS selama hamil triwulan II tidak ada keluhan
·
Triwulan III : 5 kali
yaitu 1 kali tiap bulan sampai usia kehamilan 9 bulan
b. Imunisasi
Ibu mendapatkan imunisasi TT 2 kali selama kehamilan TTl pada usia
kehamilan 4 bulan dan TT2 pada usia kehamilan 5 bulan di BPS.
c. Penyakit yang diderita
selama kehamilan
Selama kehamilan tidak peraah menderita penyakit berat dan tidak
pernah dirawat di Rumah sakit.
3.1.2.2
Riwayat persalinan
Persalinan ditolong oleh bidan lahir secara spontan di ruang
bersalin RSUD
Warna air ketuban : keruh bercampur mekonium
Warna air ketuban : keruh bercampur mekonium
Lama persalinan Kal a I
: Æ 5—10 cm: 6 jam
Kala II : 1 jam 45 menit
Kala III : 10 menit
3.1.3
Data Objektif
1. Antropometri
a. Berat badan : 3000 gram
b. Panjang badan : 50 cm
c. Lingkar lengan : 10,5 cm
d. Lingkar kepala : 32 cm
e. Lingkar dada : 29 cm
2. Refleks
a. Moro : Baik
b. Tonic neck : Lemah
c. Garff : Baik
d. Rooting : Lemah
3. Menangis : segera setelah lahir tidak
menangis
4.
Tanda-tanda vital
a. Suhu : 36° C
b. Nadi : 130x/menit
c. Pernafasan :
72 x/menit
d. Apgar Score : 2/4
3.1.4
Asuhan pada hayi dengan asfikasia
Tanggal 12 Maret 2008 05.30
WIB
Assesment:
Ø Neonatus cukup bulan
sesuai masa kehamilan umur 0 hari dengan asfiksia berat
Ø Potensial : Apnoe pada bayi
Planning :
1. Meletakkan bayi di tempat
yang hangat à bayi diletakkan dibawah alat pemancar panas
2. Mengering tubuh dan
kepala bayi à tubuh dan kepala
dikeringkan
dengan menggunakan handuk kering dan hangat
dengan menggunakan handuk kering dan hangat
3. Meletakkan bayi dalam
posisi benar à bayi diletakkan
terlentang
dialas datar, kepala lurus dan leher sedikit tengadah (ekstensi)
diganjal bantal.
dialas datar, kepala lurus dan leher sedikit tengadah (ekstensi)
diganjal bantal.
4. Membersihkan jalan nafas
dengan menghisap lendir à mulut dan
hidung bayi dibersihkan
hidung bayi dibersihkan
5. Melakukan rangsangan
taktilàmenepuk telapak kaki
bayi.
6. Menilai usaha bernafas,
frekuensi denyut jantung, warna kulit à
pemafasan 70 x/menit, denyut jantung 130 x/menit, warna kulit
kebiruan.
pemafasan 70 x/menit, denyut jantung 130 x/menit, warna kulit
kebiruan.
7. Memberikan O2 à O2 terpasang 2 liter per menit.
8. Mengobservasi tanda-tanda
vital bayi
Keadaan Umum bayi : Lemah, Nadi : 130 x/menit, Suhu : 36°C, : Pernafasan : 70 x/menit.
9. Pemberian teraphy
sesuai dengan intruksi
dokter à injeksi
cefotaxin 100 mg (IV).
cefotaxin 100 mg (IV).
10. Melakukan perawatan tali
pusat dengan membungkus memakai
kasa à tali pusat bersih dan kering.
kasa à tali pusat bersih dan kering.
11. Mempertahankan kehangatan
bayi à
bayi dibungkus dan
dihangatkan dalam inkubator.
dihangatkan dalam inkubator.
12. Mengamati dan
mengobservasi keadaan umum dan tanda-tanda
vital keadaan bayi à observasi dilakukan setiap 1 jam.
vital keadaan bayi à observasi dilakukan setiap 1 jam.
BAB
IV
PEMBAHASAN
Setelah dilakukan pengkajian pada bayi baru lahir asfiksia Ny. M
penulis Menemukan kesenjangan antara teori dengan lahan praktek, diantaranya :
4.1 Pengkajian
Salah satu faktor yang mempengaruhi bayi asfiksia
yaitu riwayat penyakit ibu, diantaranya hipertensi dan penyakit paru.
Setelah dilakukan pengkajian pada bayi Ny. M
dengan asfiksia ternyata Ny. M selama kehamilannya tidak pernah mengalami
hipertensi maupun penyakit paru.
Maka ada kesenjangan antara teori dengan praktek
di lapangan yaitu riwayat penyakit ibu.
4.2 Interpretasi Data
Pada langkah interpretasi data pada bayi Ny. M
dengan asfiksia berat, penulis menegakkan diagnosa dengan melihat keadaan umum
lemah, nadi 100-120 x/mnt, pernafasan > 60 x/mnt, suhu 36-37°C, dinyatakan
sesuai teori menurut (Prawirohardjo, 2002 : 200) dan setelah dilakukan
pemeriksaan pada bayi Ny. M dengan keadaan umum lemah, nadi 130 x/mnt,
pernafasan 70 x/mnt, suhu 36°C. NCB, SMK 0 hari dengan asfiksia berat.
Maka tidak ada kesenjangan antara teori dengan
praktek di lapangan.
4.3 Identifikasi Masalah dan Diagnosa Potensial
Kemungkinan diagnosa atau masalah potensial yang
dapat ditegakkan pada kasus asfiksia berat yaitu apnoe, hipotermi, asidosis.
Tidak ada kesenjangan dalam menenrukan diagnosa
atau masalah potensial pada kasus asfiksia berat antara teori dan diagnosa di
lapangan.
4.4 ldentifikasi Akan
Tindakan Segera / Kolaborasi
Dari diagnosa yang ditegakkan pada kasus asfiksia
berat semua tindakan yang dilakukan didahului kolaborasi dengan dokter
spesialis anak, diantaranya pemberian O2, obat antibiotik mencegah
hipotermi. Tidak ada kesenjangan antara teori dengan lahan praktek.
4.5 Merencanakan Asuhan yang
Menyeluruh
Dalam memberikan asuhan pada bayi Ny. M dengan
asfiksia berat tindakan yang dilakukan diantaranya pemberian O2,
antibiotik, mencegah hipotermi dengan menempatkan bayi pada inkubator.
Pada bayi Ny. M dengan asfiksia akan
dipasang O2 1 - 2 liter, diberikan antibiotik ditempatkan pada inkubator.
Maka tidak ada kesenjangan antara teori dengan
praktek lapangan.
4.6 Pelaksanaan
Dalam pelaksanaan asuhan pada bayi Ny.M dengan
asfiksia berat dilakukan sesuai perencanaan yaitu pemasangan O2 1 — 2 liter,
pemberian antibiotik yaitu cefataxime, bayi ditempatkan pada inkubator.
Maka tidak ada kesenjangan antara teori dan praktek di lapangan.
4.7 Evaluasi
Dalam tahap evaluasi setelah memberikan asuhan
pada bayi dengan asfiksia berat diharapkan keadaan umum bayi baik, pernafasan
normal 40 -60 x/menit, tidak terjadi hipotermi.
Pada bayi Ny. M keadaan bayi sekarang, keadaan
umum bayi baik, pernafasan 54 x/menit, tidak hipotermi.
Maka tidak ada kesenjangan antara teori dan
praktek di lapangan.
BAB
V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Bayi baru lahir normal biasanya ditandai dengan
menangis kuat. Warna kulit merah, Apgar score 7-9, panjang badan 46 - 50 cm,
berat badan 2500 - 4000 gram, lingkar kepala 32 - 35 cm, lir.gkar dada 30 - 33
cm. (Prawirohardho, 2002 : 213)
Setelah melakukan asuhan pada bayi Ny. M dengan
asfiksia berat dengan berat badan 3000 gram, panjang badan 50 cm, lingkar
kepala 32 cm, lingkar dada 29 cm, lingkar lengan 10,5, menangis sesaat setelah
melahirkan dan tidak menangis lagi, tanda-tanda vital : suhu 36° C, nadi 130
x/menit, pernafasan 72 x/menit, Apgar score 2/4.
Penanganan bayi baru lahir dengan asfiksia berat
yaitu kebutuhan O2 -> O2 terpasang, mencegah hipotermi à
meletakkan bayi pada inkubator, memberikan antibiotik à Cefotaxime telah diberikan secara I.V.
Setelah dilakukan asuhan kebidanan pada bayi
dengan asfiksia berat maka dapat diambil kesimpulan bahwa bayi dengan asfiksia
berat harus ditangani dengan sebaik-baiknya agar terhindar dari apnoe atau
kematian.
5.2 Saran
5.2.1
Bagi pihak petugas kesehatan di RSUD khususnya pada bidan /
perawat diruang perinatologi agar lebih meningkatkan pengetahuan dan wawasan
dalam menangani dan memberikan asuhan kebidanan pada bayi dengan asfiksia.
5.2.2
Bagi para staf yang terkait di ruang perinatologi RSUD diharapkan
lebih meningkatkan pelayanan secara cepat dan tepat pada
kasus asfiksia sehingga dapat mengurangi kemungkinan lebih buruk
kasus asfiksia sehingga dapat mengurangi kemungkinan lebih buruk
5.2.3
Bagi mahasiswa
D III Kebidanan
agar lebih meningkatkan
pengetahuannya dalam memahami asfiksia dan menggali ilmu-ilmu yang didapat dan
mempraktekkan ilmu tersebut sesuai prosedur yang ada.
5.2.4
Bagi staf pengelola
DIII Kebidanan untuk
lebih imemantapkan kegiatan akademik terutama kegiatan praktek lapangan.
No comments:
Post a Comment