Powered By Blogger

Monday, June 4, 2012

PENYAPIHAN


2.1.1        Pengertian Penyapihan
Penyapihan berasal dari kata menyapih, yang dimaksud dengan menyapih adalah menghentikan pemberian ASI kepada anak, masa ini merupakan masa yang paling kritis dalam kehidupan anak (Depkes RI, 1998). 
Menyapih adalah masa dihentikannya pemberian ASI kepada anak. Masa ini merupakan masa yang sangat kritis dalam kehidupan anak (Moehji, 2000).
Penyapihan dini adalah pemberhentian ASI kepada bayi sebelum usia satu tahun (Depkes RI, 1996).
Selanjutnya yang dimaksud dengan penyapihan adalah penghentian sama sekali anak itu dari menyusui. Masa penyapihan yang banyak dianjurkan adalah jika anak sudah mencapai usia satu tahun, karena pada masa ini produksi ASI sudah menurun. Sapihan adalah merupakan transisi selama beberapa bulan, dimana selain susu ibu, diberikan makanan anak dan diikuti pengurangan pemberian susu ibu (Moehji, 2000). Menurut Roesli (2000) salah satu faktor penyebab penyapihan pada anak oleh ibu adalah tidak adanya pusat informasi program ASI dan manajemen laktasi yang benar serta terlalu gencarnya promosi susu formula.
2.1.2        Usia Penyapihan Anak
Proses penyapihan pada anak dipersiapkan secara berangsur-angsur sehingga pada waktunya, anak sudah siap dan sudah terbiasa dengan makanan tambahan selain ASI. Usaha penyapihan itu dimulai pada saat anak mencapai usia sembilan bulan, anak sudah dikenalkan dengan makanan sapihan (Moehji, 2000).
Pada anak yang menerima ASI selama masa persiapan penyapihan, frekuensi menyusu dikurangi secara berangsur-angsur sampai pada akhirnya anak disusui hanya pada waktu bangun pagi dan menjelang tidur malam hari. Hendaknya para ibu berusaha melakukan penyapihan dengan penuh sabar. Penyapihan yang dipaksakan akan menyebabkan terhentinya secara paksa kontak fisik antara anak dan ibu (Moehji, 1997).
Keadaan terhentinya kontak fisik dapat menyebabkan trauma kejiwaan (physicological trauma) dan memperhatikan keadaan anak menjadi gelisah dan timbul rasa cemas dan jika keadaan demikian terjadi untuk waktu yang relatif lama dapat menimbulkan berbagai masalah kejiwaan dikemudian hari. Anak menjadi kurang berani, cenderung selalu bergantung pada orang lain dan kurang mampu hidup mandiri (Moehji, 1997).
urae � a i P� �� jam.
c. proteinuria lebih dari 0.3 gr/liter.
d. keluhan subyektif ; nyeri epigastrium, gangguan penglihatan, nyeri kepala, oedem paru dan sianosis, serta gangguan kesadaran.
e. Pemeriksaan ; kadar enzim hati meningkat disertai ikterus, perdarahan pada retina dan trombosit kurang dari 100.000/mm
Peningkatan gejala dan tanda preeklampsia berat memberikan petunjuk akan terjadi eklampsia. Preeklamsia pada tingkat kejang disebut eklampsia.
2.2.6. Diagnosis Preeklampsia
Diagnosis dini harus diutamakan bila diinginkan angka morbiditas dan mortalitas rendah bagi ibu dan bayinya. Walaupun terjadinya preeklampsia sulit dicegah, namun preeklampsia dan eklampsia umumnya dapat dihindari dengan mengenal secara dini penyakit itu dengan penanganan sedini mungkin.
Pada umumnya diagnosis preeklampsia didasarkan atas adanya dua dari trias tanda utama yaitu ; hipertensi, oedem dan proteinuria. Hal ini memang berguna untuk kepentingan statistik, tetapi dapat merugikan penderita karena tiap tanda dapat merupakan petanda meskipun ditemukan tersendiri. Adanya satu tanda harus menimbulkan kewaspadaan karena perkembangan penyakit tidak dapat diramalakan dan bila eklampsi terjadi, maka prognosis bagi ibu maupun janin jauh lebih buruk. Tiap kasus preeklampsi harus ditangani dengan sungguh-sungguh.
Diagnosis diferensial antara preeklampsi dengan hipertensi menahun atau penyakit ginjal tidak jarang menimbulkan kesulitan. Pada hipertensi menahun adanya tekanan darah yang meninggi sebelum hamil, pada kehamilan muda atau 6 bulan postpartum akan sangat berguna untuk membuat diagnosis. Pemeriksaan fundoskopi juga berguna karena perdarahan dan eksudat jarang ditemukan pada preeklampsia, kelainan tersebut biasanya menunjukkan hipertensi menahun. Untuk diagnosis penyakit ginjal saat timbulnya proteinuria banyak menolong, proteinuria pada preeklampsi jarang timbul sebelum triwulan ke-3, sedangkan pada penyakit ginjal timbul lebih dahulu. Test fungsi ginjal juga banyak berguna, pada umumnya fungsi ginjal normal pada preeklampsia ringan.
2.2.7. Penanganan Preeklampsia
2.2.7.1. Preeklampsia ringan
a. jika kehamilan < 37 minggu dan tidak ada tanda-tanda perbaikan, lakukan penilaian 2 kali seminggu secara rawat jalan :
§ pantau tekanan darah, proteinuria, reflek patela dan kondisi janin
§ lebih banyak istirahat
§ diat biasa
§ tidak perlu diberi obat-obatan
§ jika dirawat jalan tidak mungkin, rawat di rumah sakit :
- diet biasa
- pantau tekanan darah 2 kalisehari, proteinuria 1 kali sehari
- tidsak perlu obat-obatan
- tidak perlu diuretik, kecuali terdapat oedem paru atau gagal ginjal akut
- jika tekanan distolik turun sampai normal pasien dapat dipulangkan, nasehatkan untuk istirahat dan perhatikan tanda-tanda preeklampsi berat, kontrol 2 kali seminggu, jika tekanan darah diastolik naik lagi, rawat kembali.
- Jika tidak ada tanda-tanda perbaikan, tetap dirawat.
- Jika terdapat tanda-tanda pertumbuhan janin terhambat, pertimbangkan terminasi kehamilan.
- Jika proteinuria meningkat, tangani sebagai preeklampsia berat.
b. jika kehamilan > 37 minggu, pertimbangkan terminasi
- jika serviks matang lakukan induksi dengan oksitosin 5 IU dalam 500ml dekstrose IV 10 tetes/menit atau dengan prostaglandin.
- Jika serniks belum matang, berikan prostaglandin, misoprostol atau kateter foley atau terminasi dengan seksio sesarea.
2.2.7.2. Preeklampsia berat dan eklampsia
Penanganan preeklampsia berat dan eklampsia sama, kecuali bahwa persalina harus berlangsung dalam 12 jam setelah timbulnya kejang pada preeklampsia.
a. penanganan kejang
- berikan obat anti konvulsan
- perlengkapan untuk penanganan kejang ( jalan nafas, sedotan, masker oksigen, dan oksigen )
- lindungi pasien dari kemungkinan trauma
- aspirasi mulut dan kerongkongan
- baringkan pasien pada sisi kiri, posisi tredelenburg untuk mengurangi aspirasi.
- Beri oksigen 4-6 liter per menit
b. penangan umum
- jika tekanan diastolik > 110 mmHg, berikan antihipertensi sampai tekanan distolik diantara 90-100 mmHg
- pasang infus ringer laktat dengan jarum besar (16 gauge >1)
- ukur keseimbangan cairan, jangan sampai terjadi overload
- kateterisasi urin untuk pengeluaran volume dan protein
- jika jumlah urin < 30 ml per jam ; infus cairan dipertahankan 1 1/8 jam, pantau kemungkinan oedem paru
- jangan tinggalkan pasien sendirian, kejang disertai aspirasi dapat mengakibatkan kamatian ibu dan janin
- observasi tanda-tanda vital, refleks patela dan denyut jantung janin setiap jam.
- Auskultasi paru untuk mencari tanda-tanda oedem paru. Jika ada oedem paru stop pemberian cairan dan berikan diuretik, misalnya furosemide 40 mg IV
- Nilai pembekuan darah dengan uji pembekuan bedside, jika pembekuan tidak terjadi sesudah 7 menit, kemungkinan terdapat koagulopati.
»»  Baca Selengkapnya....

PERSALINAN LAMA


Menurut beberapa teori pengertian partus lama sebagai berikut:
1.      Persalinan yang lama
Persalinan di katakan lama jika berlangsung lebih dari 24 jam. Konsep ini berbahaya jika memberi kesan konotasi yang salah bahwa persalinan dapat berlanjut 24 jam sebelum keterlambatan terdiagnosa.
Persalinan harus dinyatakan lama jika terjadi keterlambatan 2-3 jam di belakang partograp normal.Definisi ini menarik perhatian yang lebih dini  terhadap terjadinya abnormalitas

2.      Persalinan lama
-        Fase laten lebih dari 8 jam
-        Persalinan telah berlangsung 12 jam atau lebih atau lebih tanpa    kelahiran bayi (persalinan lama)
-        Dilatasi serviks di kanan garis waspada pada partograf.
3.      Persalinan Disfungsional
Yaitu meliputi semua keadaan persalinan dengan terhambat atau terhentinya kemajuan pembukaan serviks pada fase aktif atau terhambatnya dan terhentinya bagian terendah janin penurunan pada kala II.
4.      Persalinan lama atau persalinan kasep
Adalah persalinan yang berjalan lebih dari 24 jam untuk primigravida dan atau 18 jam bagi multigravida.
5.      Persalinan lama
Adalah persalinan aktif dengan kontraksi uterus yang teratur dan dilatasi servikal progresif, yang terjadi lebih dari 12 jam.

Penyebab Persalinan Lama

His atau Kontraksi Uterus
Kontraksi secara normal menjadi lebih sering dan berlangsung lebih lama seiring dengan kemajuan persalinan. His normal mempunyai sifat :
1.      Kontraksi otot rahim mulai dari salah satu tanduk rahim
2.      Fundal dominan, menjalar keseluruh otot rahim
3.      Kekuatannya seperti memeras isi rahim
4.      Otot rahim yang telah berkontraksi tidak kembali ke panjang semula sehingga terjadi tetraksi dan pembentukan sekmen bawah rahim.

Persalinan yang lama disebabkan oleh :
1.      Kontraksi (Power) abnormal
a.     His tidak adekuat (inersia uteri)
Dalam inersia uteri his bersifat biasa dalam arti bahwa fundus berkontraksi lebih kuat dan lebih dahulu daripada bagian-bagian lain, peranan fundus tetap menonjol. Kelainannya terletak dalam hal bahwa kontraksi uterus lebih aman, singkat, dan jarang daripada biasa. Menurut Manuaba inersia uteri yakni his yang sifatnya lemah, pendek dan jarang dari his normal yang terbagi menjadi :
1)      Inersia uteri primer
Bila sejak semula kekuatannya sudah lemah
2)      Inersia uteri sekunder
§  His pernah cukup kuat, tetapi kemudian melemah
§  Dapat ditegakkan dengan melakukan evaluasi pada pembukaan pada bagian terendah terdapat kuat dan mungkin ketuban telah pecah.

His yang lemah dapat menimbulkan bahaya terhadap ibu maupun janin sehingga memerlukan konsultasi atau merujuk penderita ke rumah sakit, puskesmas atau dokter spesialis.

Keadaan umum penderita biasanya baik, dan rasa nyeri tidak seberapa. Selama ketuban masih utuh umumnya tidak banyak bahaya, baik bagi ibu maupun bagi janin, kecuali jika persalinan berlangsung terlalu lama; dalam hal terakhir ini morbiditas ibu dan mortalitas janin naik. Keadaan ini dinamakan inersia uteri primer atau hypotonic uterine contraction. Kalau timbul setelah berlangsungnya his kuat untuk waktu yang lain, hal itu dinamakan inersia uteri sekunder. Karena dewasa ini persalinan tidak dibiarkan berlangsung demikian lama sehingga dapat menimbulkan kelelahan otot uterus, maka inersia uteri sekunder seperti digambarkan di atas jarang ditemukan, kecuali pada wanita yang tidak diberi pengawasan baik waktu persalinan. Dalam menghadapi inersia uteri harus diadakan peniliaan  yang seksama untuk menentukan sikap yang harus diambil. Jangan dilakukan tindakan tergesa-gesa untuk mempercepat lahirnya janin. Tidak dapat diberikan waktu yang pasti, yang dapat dipakai sebagai pegangan untuk membuat diagnosis inersia uteri, atau untuk memulai terapi aktif.
Diagnosis inersia uteri paling sulit dalam masa laten; untuk hal ini diperlukan pengalaman. Kontraksi uterus yagn disertai rasa nyeri, tidak cukup untuk membuat diagnosis bahwa persalinan sudah mulai. Untuk sampai kepada kesimpulan ini diperlukan kenyataan bahwa sebagai akibat kontraksi itu terjadi perubahan pada serviks, yakni pendataran dan/atau pembukaan. Kesalahan yang sering dibuat ialah mengobati seorang penderita untuk inersia uteri, padahal persalinan belum mulai (false labour).

Tanda-tanda inersia uteri
Kurang dari 3 kontraksi dalam, waktu 10 menit, masing-masing kontraksi berlangsung kurang dari 40 detik.
Penatalaksanaan
1)    Pecahkan ketuban dan  lakukan akserasi persalinan dengan oksitosin
2)    Evaluasi kemajuan persalinan dengan pemeriksaan vaginal 2 jam setelah his adekuat
-          Jika tidak ada kemajuan. Lakukan seksio sesarea
-          Jika ada kemajuan. Lanjutkan infus oksitosin dan evaluasi setiap 2 jam

b.     Kontraksi kuat yang sering (kontraksi hipertonik)
His terlampau kuat atau juga disebut hypertonic uterine contraction. Walaupun pada golongan coordinated hypertonic uterine contraction bukan merupakan penyebab distosia, namun hal ini dibicarakan juga di sini dalam rangka kelainan his. His yang terlalu kuat dan terlalu efisien menyebabkan persalinan selesai dalam waktu sangat singkat. Partus yang sudah selesai kurang dari tiga jam, dinamakan partus presipitatus; sifat his normal, tonus otot di luar his uga biasa, terjadinya perlukaan luas pada jalan lahir, khususnya serviks uteri, vagina dan bagian tersebut mengalami tekanan kuat dalam waktu yang singkat.
Kontraksi ini dapat terjadi setelah penggunaan oksitosik yang tidak tepat. Persalinan yang lama yang berhubungan dengan kontraksi yang kuat terutama terlihat pada ibu multipara dengan disproporsi.
Penatalaksanaan
1)    Denyut jantung jenin yang abnormal sering merupakan tanda awal.
2)    Singkirkan stimulasi yang berlebihan dengan oksitosik.
3)    Jika keadaan tidak akut, kaji kembali presentasi dan posisi bagian presentasi janin. Cara pelahiran akan tergantung pada temuan dan meliputi percobaan forseps, rotasi forseps atau ang lebih sering seksio sesaria.

c.      Aktivitas uterus yang tidak terkoordinasi
Kontraksi uterus yang tidak teratur dan akibatnya terjadi aktivitas uterus yang tidak terkoordinasi. Aktivitas uterus yang tidak terkoordinasi menghasilkan tonus yang buruk dan kontraksi uterus yang kuat dan menyakitkan. Kondisi ibu primipara yang mengalami disproporsi biasa terjadi, tetapi tidak secara khusus. Kondisi ini lebih cenderung terjadi jika ibu ketakutan, distress atau cemas seperti pada persalinan pertama, terutama jika ia berusia lebih dari 35 tahun.
Disini sifat his berubah. Tonus otot uterus meningkat, juga di luar his, dan kontraksinya tidak berlangsung seperti biasa karena tidak ada sinkronisasi antara kontraksi bagian-bagiannya. Tidak adanya koordinasi antara kontraksi bagian atas, tengah dan bawah menyebabkan his tidak efisien dalam mengadakan pembukaan.
Di samping itu tonus otot uterus yang menaik menyebabkan rasa nyeri yang lebih keras dan lama bagi ibu dan dapat pula menyebabkan hipoksia pada janin. His jenis ini juga disebut sebagai  uncoordinated hypertonic uterine contraction. Kadang-kadang pada persalinan lama dengan ketuban yang sudah lama pecah, kelainan his ini menyebabkan spasmus sirkuler setempat, sehingga terjadi penyempitan kavum uteri pada tempat itu. Ini dinamakan lingkaran kontraksi atau lingkaran konstriksi. Secara teoritis lingkaran ini dapat terjadi di mana-mana, akan tetapi biasanya ditemukan pada batas antara bagian atas dan segmen bawah uterus. Lingkaran konstriksi tidak dapat diketahui dengan pemeriksaan dalam, kecuali kalau pembukaan sudah lengkap, sehingga tangan dapat dimasukkan ke dalam kavum uteri. Oleh sebab itu jika pembukaan belum lengkap, biasanya tidak mungkin mengenal kelainan ini dengan pasti. Adakalanya persalinan tidak maju karena kelainan pada serviks yang dinamakan distosia servikalis. Kelainan ini bisa primer atau sekunder. Distosia servikalis dinamakan primer kalau serviks tidak membuka karena tidak mengadakan relaksasi berhubung dengan incoordinate uterine action. Penderita biasanya seorang primigravida. Kala I menjadi lama, dan dapat diraba jelas pinggir serviks yang kaku. Kalau keadaan ini dibiarkan, maka tekanan kepala terus menerus dapat menyebabkan secara sirkuler. Distosia servikalis sekunder disebabkan oleh kelainan organik pada serviks, misalnay karena jaringan parut atau karena karsinoma. Dengan his kuat serviks bisa robek, dan robekan ini dapat menjalar ke bagian bawah uterus. Oleh karena itu, setiap wanita yang pernah mengalami operasi pada serviks, selalu harus diawasi persalinannya di rumah sakit.

Penatalaksanaan:
1)    Berikan penenangan pada ibu, berikan sedasi jika perlu dan berikan analgesia.
2)    Lebih dari 50% dari para ibu tersebut memerlukan pelahiran dengan bantuan. Tentukan golongan darah dan siapkan persediaan darah.
3)    Jika memungkinkan, pecahkan ketuban dan pasang alat pemantau langsung denyut jantung janin.
4)    Berikan oksitoksik intravena jika tidak ada kontra indikasi terhadap persalinan selanjutnya.
5)    Lahirkan dengan seksio sesaria jika tidak ada kemajuan setelah 2-4 jam terapi oksitoksik atau jika terjadi distres janin.

2.      Faktor janin (passenger).
Masalah-masalah janin (Passenger)
Tiga kelompok penyebab kegagalan kemajuan persalinan adalah karena masalah-masalah passenger (janin tunggal/multipel). Terdapat tiga faktor utama :

a.       Janin terlalu besar
Janin besar adalah bila berat badan melebihi dari 4000 gram. Frekuensi bayi yang lahir dengan berat badan lebih dari 4000 gram adalah 5,3% dan yang lebih dari 4500 gr adalah 0,4%. Pernah dilaporkan berat bayi lahir pervaginam 10,8 – 11,3 kg.

Diagnosis
Menentukan apakah bayi besar / tidak kadang-kadang sulit. Hal ini dapat diperkirakan dengan cara :
1)      Keturunan / bayi yang lahir terdahulu besar dan sulit melahirkannya dan adanya diabetes melitus.
2)      Kenaikan berat badan yang berlebihan tidak boleh sebab lain (edema dan sebagainya).
3)      Pemeriksaan teliti tentang disproporsisepalo atau feto-pelvik dalam hal ini dianjurkan untuk mengukur kepala bayi dengan ultra sonografi.

Prognosis
Pada panggul normal janin dengan berat badan 4000-4500 gr umumnya tidak menimbulkan kesukaran persalinan. Distosia akan diperoleh bila janin lebih besar dari 4500-5000 gr atau pada kepala yang sudah keras (post maturitas) dan pada bahu yang lebar. Apabila disproporsi sefalo atau fetopelvis ini dibiarkan maka terjadi kesulitan baik pada ibu maupun pada janin.

Penanganan:
Pada disproposi sefalo dan feto-pelvis yang sudah diketahui dianjurkan seksio sesarea.

b.      Malpresentasi 
Malpresentasi adalah semua presentasi lain dari janin selain presentasi verteks.

Macam-macam diagnosis malpresentasi:
1)      Presentasi Dahi terjadi karena ekstensi parsial kepala janin sehingga terletak lebih tinggi dari sinsiput (gambar 1).
Pada pemeriksaan abdomen, kepala janin 3/5 di atas simfisis pubis. Oksiput lebih tinggi dari sinsiput.
Pada pemeriksaan vagina, teraba fontanella anterior dan orbita.
2)      Presentasi muka disebabkan oleh hiperekstensi kepala janin sehingga tidak teraba oksiput maupun sinsiput pada pemeriksaan vagina
Pada pemeriksaan abdomen, teraba lekukan antara oksiput dan punggung (sudut Fabre)
Pada pemeriksaan vagina, teraba muka, mulut, dan rahang. Jari tangan mudah masuk ke mulut janin.


3)      Presentasi ganda (majemuk) terjadi jika prolaps tangan bersamaan dengan bagian terendah janin, lengan yang mengalami prolaps dan kepala janin terdapat di rongga panggul secara bergantian.
4)      Presentasi Bokong (Sungsang) terjadi jika bokong dengan/atau kaki merupakan bagian terendah janin. Ada 3 macam presentasi bokong: complete breech (bokong sempurna), frank breech (bokong murni, foothing breech (bokong kaki).

Pada pemeriksaan abdomen, kepala teraba di bagian atas, bokong pada daerah pelvis. Auskultasi menunjukkan bahwa DJJ lokasinya lebih tinggi daripada yang diharapkan dengan presentasi verteks.
Pada pemeriksaan pemeriksaan vagina teraba bokong atau kaki.
Presentasi Bokong Sempurna terjadi jika kedua kaki mengalami fleksi pada panggul dan lutut
Presentasi Bokong Murni terjadi jika kedua kaki mengalami fleksi pada panggul dan ekstensi pada lutut
Presentasi kaki terjadi sebuah kaki mengalami ekstensi pada panggul  dan lutut.

5)      Letak Lintang dan Presentasi Bahu terjadi jika sumbu panjang janin terletak melintang (Gambar 8) Bahu merupakan yang menjadi presentasi.
Pada pemeriksaan abdomen, sumbu panjang janin teraba melintang, tidak teraba bagian besar (kepala atau bokong) pada simfisis pubis. Kepala biasanya teraba di daerah pinggang.
Pada pemeriksaan vagina, dapat teraba bahu, tetapi tidak selalu. Lengan dapat mengalami prolaps dan siku, lengan atau tangan dapat teraba di vagina.

c.       Malposisi
-          Malposisi merupakan posisi abnormal dari verteks kepala janin                   (dengan ubun-ubun kecil sebagai penanda) terhadap panggul ibu.
-          Menetukan posisi pada presentasi kepala (atau sefalik). Pada presentasi verteks (bagian depannya adalah oksiput ) Oksiput dapat di raba pada enam posisi yang berbeda dalam hubungannya dengan pintu atas panggul.
-          Jika oksiput menunjuk pada daerah posterior kanan dari pintu atas panggul,maka posisi ini di sebut oksipito-posterior kanan(OPKa)
-          Jika oksiput menunjuk pada daerah lateral kanan dari pintu atas panggul, maka posisi ini di sebut oksipito-lateral kanan(OLKa)
-          Jika oksiput menunjuk pada daerah anterior kanan dari pintu atas panggul, maka posisi ini di sebut oksipito-anterior kanan(OAKa)

Sama halnya dengan bagian kiri,posisi oksiput dapat disebut sebagai oksipito-posterior kiri, oksipito-lateral kiri, dan oksipito-anterior kiri, sesuai dengan daerah pelvis yang ditunjukan oleh oksiput.
Ketika janin beradaa pada posisi oksiput-anterior, punggung janin ada di depan, ini sesuai dengan bentuk dinding abdomen ibu dan dengan demikian dapat berfleksi dengan lebih baik. Bila punggungnya fleksi, kepala juga cenderung untuk fleksi dan diameter yang lebih kecil akan engaged.
Ketika janin berada pada posisi oksiput-posterior, punggung janin menghadap spina ibu dan tidak dapat fleksi dengan sangat baik. Kadang-kadang kepala janin tidak fleksi dan dapat terjepit di pintu atas panggul. Bila kepala melewati pintu atas panggul, sinsiput akan berada di belakang simpfisis pubis dan oksiput akan menempati ruang sacrum. Bayi akan menampakan muka lebih dulu dan jika pelvisnya tidak cukup besar, maka kepala akan terjepit pada pintu bawah panggul.
Masalah
Janin dalam keadaan malpresentasi dan malposisi sering menyebabkan partus lama atau partus maceukant.
Penanganan Umum
-          Lakukan penilaian cepat mengenai kondisi ibu termasuk tanda vital (nadi, tekanan darah, pernapasan, suhu)
-          Lakukan penilaian kondisi janin
1)    Dengarkan denyut jantung janin (DJJ) segera setelah his :
-          Hitung DJJ selama satu menit penuh paling sedikit setiap 30 menit selama fase aktif dan setiap 5 menit selama fase kedua;
-          Jika DJJ kurang dari 100 atau lebih dari 180 kali per menit kemungkinan gawat janin.
2)   Jika ketuban pecah, lihat warna cairan ketuban
Jika ada mekonium yang kental, awasi lebih ketat atau lakukan intervensi untuk penanganan gawat janin
3)   Tidak adanya cairan pada saat ketuban ketuban pecah menandakan adanya pengurangan jumlah air ketuban yang mungkin ada hubungannya dengan gawat janin
-          Berikan dukungan moral dan perawatan pendukung lainnya
-          Lakukan penilaian kemajuan persalinan memakai partograf

Gejala Utama
Gejala utama yang perlu diperhatikan pada persalinan kasep/lama:
1.      Dehidrasi.
2.      Tanda infeksi:
    1. Temperatur tinggi
    2. Nadi dan pernapasan
    3. Abdomen meteorismusus.
3.      Pemeriksaan abdomen:
a.    Meteorismus
b.    Lingkaran Bandle tinggi
c.    Nyeri segmen bawah rahim
4.      Pemeriksaan local vulva vagina:
a.       Edema vulva
b.      Cairan ketuban berbau
c.       Cairan ketuban bercampur mekonium.
5.      Pemeriksan dalam:
a.    Edema servik
b.    Bagian terendah sulit di dorong ke atas.
c.    Terdapat kaput pada bagian terendah.
6.      Keadaan janin dalam rahim:
Asfiksia sampai terjadi kematian.
7.      Akhir dari persalinan kasep adalah:
a.    Ruptura uteri imminen sampai rupture uteri
b.    Kematian karena pendarahan dan atau infeksi.
Tabel. 1   Diagnosis
Tanda dan gejala
Diagnosis
Serviks tidak membuka
Tidak didapatkaan his/his tidak teratur.
Belum in partu
Pembukaan serviks  tidak melewati 4 cm sesudah 8 jam in partu dengan his yang teratur.
Fase laten memanjang.
Pembukaan servik  melewati kanan  garis waspada partograp
Fase aktif memanjang

Frekuensi his kurang dari 3 his per 10 menit dan lamanya kurang dari 40 detik
Inersia uteri

Pembukaan serviks dan turunya bagian janin yang dipresentasikan tidak maju, sedangkan his baik
Disproporsi sefalopelvik.

Pembukaan servik dan turunya bagian janin yang di presentasikan tidak maju dengan kaput, erdapat moulase hebat,edema serviks, tanda rupture uteri imminens, gawat janin.
Obstruksi kepala

Kelainan presentasi selainan verteks dengan oksiput anterior)
Malpresentsi atau malposisi.
Pembukaan serviks lengkap, ibu ingin mengedan, tetapi tidak ada kemajuan penurunan.
Kala II lama.

Penanganan Persalinan Lama.

Persalinan merupakan tingkat akhir persalinan lama dengan disertai komplikasi sehingga bidan perlu melakukan tindakan medis:
1.    Memberikan rehidrasi dan infus cairan penganti.
2.    Memberikan perlindungan antibiotika-antipretika.
3.    Mengantar penderita, sehingga dapat memerikan keterangan atau memberikan   keterangan tertulis
4.    Intervensi medis lainya tidak perlu di lakukan sebab kemungkinan akan menambah bahaya ibu maupun janin dalam rahim.
»»  Baca Selengkapnya....

PAP SMEAR


1.      Pengertian
Pap smear merupakan suatu metode pemeriksaan sel cairan dinding leher rahim dengan menggunakan mikroskop.
Pap smear merupakan pemeriksaan sitolog. Tes ini diperkenalkan oleh  Gri Papanicalau pada tahun 1943, untuk mengetahui adanya keganasan (kanker) melalui mikroskop. Pap smear merupakan alat skrining kanker serviks uteri yang dipergunakan untuk membantu perubahan sel epitel serviks uteri yang dipergunakan untuk memantau sel epitel serviks uteri mulai dari perubahan displasia ringan, displasia sedang, displasia berat dan karsinoma in situ.
2.      Kegunaan Pap Smear
Pap smear berguna sebagai pemeriksaan penyaringan (skrening) dan pelacak adanya perubahan sel ke arah keganasan dini sehingga kelainan pra kanker dapat terdeteksi serta pengobatannya menjadi lebih mudah dan murah.
3.      Faktor Resiko
Faktor yang menyebabkan wanita beresiko terkena kanker servik yaitu:
a.       Infeksi Human Papiloma Virus (HpV)
Lebih dari 90% kasus kandiloma serviks, semua NIS dan kanker serviks mengandung DNA virus HpV. Dari 70 tipe HpV yang diketahui saat ini, ada 16 tipe HpV yang erat kaitannya dengan kejadian kanker serviks. Virus ini ditularkan melalui hubungan seksual. Wanita yang beresiko terkena penyakit akibat hubungan seksual juga beresiko terinfeksi virus ini sehingga mempunyai resiko terkena kanker serviks.
b.      Perilaku Seksual
Berdasarkan penelitian, resiko kanker serviks uteri meningkat lebih dari 10 kali bila berhubungan dengan 6 atau lebih mitra seks, atau bila hubungan seks pertama dibawah umur 15 tahun. Resiko juga meningkat bila berhubungan seks dengan banyak laki-laki beresiko tinggi (laki-laki yang berhubungan seks dengan banyak wanita), atau laki-laki yang mengidap penyakit kandiloma okuminatun di zakarnya (penis).
c.       Rokok Sigaret
Wanita perokok mempunyai resiko 2x lipat terhadap kanker serviks uteri dibandingkan dengan wanita bukan perokok. Dalam lendir serviks wanita perokok terkandung nikotin zat-zat tersebut menurunkan daya tahan dan menyebabkan kerusakan DNA epitel serviks sehingga timbul kanker serviks uteri, disamping merupakan kokarsinogen infeksi virus.
d.      Trauma kronis pada serviks
Trauma ini terjadi karena persalinan yang berulang kali (anak banyak) adanya infeksi dan iritasi menahan.
e.       Kontrasepsi oral dapat meningkatkan resiko
1,5 – 2,5 kali bila diminum dalam jangka panjang, yaitu lebih dari 4 tahun
f.       Defesiensi Zat Besi
Beberapa penelitian menyimpulkan bahwa definisi asam folat dalam meningkatkan resiko terjadinya NIS 1 dan NIS 2, serta mungkin juga meningkatkan resiko terkena kanker serviks uteri pada wanita yang rendah konsumsi vitamin (A, C dan E).
4.      Pencegahan
Beberapa cara pencegahan yang dapat dilakukan sebagai berikut:
a.       Wanita usia di atas 25 tahun, telah menikah dan sudah mempunyai anak perlu melakukan pemeriksaan pap smear setahun sekali.
b.      Pilih kontrasepsi dengan metode barrier, seperti diafragma dan kondom, karena memberi perlindungan terhadap kanker serviks.
c.       Hindari hubungan seks pada usia muda dan jangan berganti-ganti pasangan seks.
d.      Dianjurkan untuk berprilaku hidup sehat, seperti menjaga kebersihan alat kelamin dan tidak merokok.
e.       Perbanyak makan sayur dan buah segar.

5.      Gejala Kanker Serviks Uteri
Kanker serviks uteri tidak menimbulkan adanya benjolan, namun kanker serviks uteri ini bisa dirasakan keberadaannya oleh penderita. Kemungkinan terserang kanker serviks uteri dapat dipelajari dari gejala-gejala seperti berikut :
a.       Keluar cairan encer dari vagina atau biasa disebut keputihan, bahkan, pada stadium lanjut cairan berwarna kuning kemerahan dengan bau sangat menyengat.
b.      Perdarahan setelah senggama yang kemudian berlanjut menjadi perdarahan yang abnormal.
c.       Perdarahan antara haid atau setelah mati haid (menopause).
d.      Rasa berat di perut bawah.
e.       Rasa kering di vagina.
f.       Sering timbul rasa gatal yang berlebihan di bagian dalam vagina, bahkan terkadang timbul koreng di bagian dalam vagina.
g.      Timbul gejala kekurangan darah (anemia) bila terjadi perdarahan kronis, misalnya pucat, lesu, mudah lelah, mengantuk, berdebar dan sebagainya.
h.      Timbul nyeri di tempat-tempat lain bila sudah terjadi penyebaran (metastasis).
i.        Pada stadium lanjut, badan menjadi kurus karena kurang gizi, edema kaki, iritasi kandung kemih dan poros usus besar bagian bawah (rectum), terbentuk fistel rektovaginal dan gejala-gejala akibat metasfasis jauh.
6.      Faktor Pemicu Timbulnya Kanker
Hingga sekarang penyebab utama kanker belum diketahui secara pasti oleh para ahli. Mereka hingga kini masih terus melakukan kajian. Namun, terjadinya kanker pada wanita dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu keturunan, umur, makanan, bahan kimia, dan pola hidup sehat.

7.      Deteksi Dini
Deteksi dini dilakukan dengan pemeriksaan pap smear. Pemeriksaan ini berguna sebagai pemeriksaan penyaringan (skrining) dan pelacak adanya perubahan sel ke arah keganasan secara dini.
Bagi wanita berusia diatas 25 tahun yang telah menikah atau sudah melakukan sanggama, dianjurkan untuk pap smear sekali setahun secara teratur seumur hidup. Bila pemeriksaan tahunan tiga kali berturut-turut hasilnya normal, pemeriksaan selanjutnya dapat dilakukan setiap tiga tahun. Pada wanita dengan resiko tinggi, pemeriksaan harus dilakukan sekali dalam setahun atau sesuai petunjuk dokter.
8.      Diagnosis
a.       Anamnesis
Penderita kanker serviks uteri sering mengeluh adanya perdarahan pervaginam abnormal yang bervariasi seperti kontak bleeding, haid yang berkepanjangan, perdarahan sesudah 2 tahun post menopause, perdarahan yang mirip dengan cairan cucian daging, berbau amis, biasanya dijumpai pada stadium lanjut.
b.      Pengambilan Cairan Untuk Pap Smear
Syarat utama cairan yang akan diambil adalah tidak boleh bercampur cairan lainnya yang dapat mengganggu pemeriksaan. Oleh karena itu dapat dirinci sebagai berikut:
1)      Cairan yang akan diambil dibagian luar genetalia biarkan sebagaimana adanya, jangan dicuci sekalipun berbau.
2)      Cairan liang senggama, jangan dicuci menjelang pengambilan jangan melakukan hubungan seks sedikitnya 3 hari. Terlihat disini bahwa pengambilan pap smear tidak menimbulkan rasa sakit tetapi metode ini mempunyai keuntungan yang cukup besar.
c.       Saat Pengambilan Pap Smear
Sediaan sebaiknya diambil sesudah haid, karena akan menimbulkan kesulitan dalam interprestasi. Akan tetapi pada pasien yang tidak dapat menepati perjanjian atau haid yang tidak teratur sebaiknya diambil saja. Pada peradangan berat pengambilan sediaan ditunda sampai pengobatan selesai. Pasien dilarang mencuci atau memakai pengobatan melalui vagina 48 jam sebelum pengambilan sediaan. Pada menopause dapat terjadi perubahan seluler karena atrofi, diperlukan pemberian estrogen sebelumnya.
d.      Cara Pengambilan Pap Smear yang benar
Alat-alat yang diperlukan untuk pengambilan pap smear :
1.      Formulir konsultasi sitologi
2.      Spatula Ayre yang dimodifikasi dan Cytobrush
3.      Kaca benda yang pada satu sisinya telah diberikan tanda/lebel
4.      Spekulum cocor bebek (Greave’s) kering
5.      Tabung berisikan larutan fiksasi alkohol 95%

Cara Pengambilan sediaan :
1)      Isi formulir permintaan dengan data-data penderita yang lengkap dan diagnosis atau terapi sebelumnya, dan sesuaikan dengan nomor urut pengambilan.
2)      Identifikasi (nama dan umur) pada kaca benda sebaiknya-baiknya agar tidak tertular. Nama terdiri dari 2 suku kata.
3)      Jangan lakukan pemeriksaan vagina sebelum pengambilan sediaan.
4)      Pasang speculum cocor bebek untuk menampilkan serviks. Pemakaian speculum vagina jangan disertai dengan pelumas.
5)      Jangan bersihkan permukaan serviks dengan kapas atau kain kasa.
6)      Cytobrush dimasukkan ke dalam kanalis diputar 1800 searah jarum jam
7)      Spatula dengan ujung pendek diusap 3600 pada permukaan serviks
8)      Cytobrus diusapkan pada kaca benda berlawanan arah jarum jam dan spatula juga digeserkan pada kaca benda yang sama dan telah diberikan lebel (dengan pensil) gelas) pada sisi kirinya. Penggeseran meliput seluruh panjang gelas sediaan dan hendaknya digeserkan sekali saja.
9)      Kaca benda segera dimasukkan dalam larutan fiksasi alkohol 95%. Sediaan difiksasi minimal 30 menit.
10)  Sediaan kemudian dikeringkan dengan menggunakan pengeringan udara. Bila fasilitas pewarnaan jauh dari tempat praktek, sediaan dapat dimasukkan dalam amplop/pembungkus yang dapat menjamin kaca sediaan tidak pecah.

Dengan pengambilan sediaan yang baik, fiksasi dan pewarnaan sediaan baik serta pengamatan mikroskopik yang cermat, merupakan langkah yang memadai dalam menegakkan diagnosis.
e.       Interpetasi
1)      Sistem Pelaporan
Dikenal beberapa sistem pelaporan hasil pemeriksaan pap smear yaitu sistem Papanicolaou, sistem deskriptif (displasia), neoplasia intra epitel serviks dan sistem Bethesda.
Klasifikasi Papnicolaou adalah sistem yang pertama kali dikemukakan oleh Papanicoloau. Sistem ini membagi hasil pemeriksaan menjadi 5 kelas.
Sistem ini telah banyak ditinggalkan karena tidak mencerminkan neoplasma serviks/vagina, tidak mempunyai padanan dengan timinology histopatologi, tidak mencantumkan diagnosis non kanker, tidak menggambarkan interprestasi yang seragam, dan tidak menunjukan suatu pernyataan diagnosis.
2)      Sistem Bethesda
Sistem ini merupakan penyempurnaan dari sistem Bethesda 1988, diputuskan pada tanggal 29-30 April 1991 oleh National Institute USA. Tujuannya adalah menghilangkan kelas-kelas papanocolaou, menciptakan terminology seragam memakai istilah diagnostic, memasukan pernyataan adekuat.
Sistem pelaporan ini mencakup komunikasi efektif antara ahli sitologi dan dokter perujuk, mempermudah korelasi sitologi-histologi, mempermudah penelitian epidemiologi, biologi dan patologi dan data yang dapat dipercaya untuk analisa statistic nasional dan internasional.
Kelebihan cara pelaporan TBS: penyederhanaan terminology dengan memakai terminology diagnostic yang jelas untuk kategori umum yaitu dalam batas normal, perubahan seluler jinak, abnormalis sel epitel.
»»  Baca Selengkapnya....