2.2.1. Batasan Preeklampsia
Preeklampsia merupakan suatu kondisi spesifik kehamilan dimana hipertensi
terjadi setelah minggu ke-20 pada wanita yang sebelumnya memiliki tekanan darah
normal. (Bobak , 2004)
Preeklampsi ialah penyakiy dengan tanda-tanda hipertensi, edema dan proteinuria
yang timbul karena kehamilan. Penyakit ini umumnya terjadi dalam triwulan ke-3
kehamilan. Tetapi dapat terjadi sebelumnya, misalnya pada mola hidatidosa.
2.2.2. Etiologi Preeklampsia
Sampai saat ini, etiologi pasti dari Peeeklampsia atau eklampsi belum diketahui.
Ada beberapa teori mencoba menjelaskan perkiraan etiologi dari kelainan
tersebut diatas, sehingga kelainan ini sering dikenal sebagai the disease of
theory. Adapun teori-teori tersebut antara lain :
2.2.2.1. Peran protasiklin dan tromboksan
Pada preeklampsia dan eklampsia didapatkan kerusakan pada endotel vaskuler,
sehingga terjadi penurunan prostasiklin (PGI2) yang pada kehamilan normal
meningkat, aktivasi penggumpalan dan fibrinolisis, yang kemudian akan diganti
dengan trombin dan plasmin. Trombin akan mengkonsumsi antitrombin III sehingga
terjadi deposit fibrin. Aktivasi trombosit menyebabkan pelepasan tromboksan
(TxA2) dan serotonin, sehingga terjadi vasospasme dan kerusakan endotel.
2.2.2.2. Peran faktor Imunologis
Preeklampsia sering terjadi pada kehamilan pertama dan tidak timbul lagi pada
kehamilan berikutnya. Hal ini dapat diterangkan bahwa pada kehamilan pertama
pembentuka blocking antibodies terhadap antigen plasenta tidak sempurna, yang
semakin sempurna pada kehamilan berikutnya.
2.2.2.3. Peran faktor Genetik/famili
Beberapa bukti menunjukkan peran faktor genetik pada kejadian preeklampsia dan
eklampsia antara lain :
a. preeklampsia hanya terjadi pada manusia.
b. terdapatnya kecenderungan meningkatnya frekuensi preeklampsi dan eklampsi
pada anak-anak dari ibu yang menderita preeklampsi dan eklampsi.
c. kecenderungan meningkatnya meningkatnya frekuensi preeklampsi dan eklampsi
pada anak dan cucu ibu hamil dengan riwayat preeklampsi dan eklampsi.
d. peran Renin Angiostensin Aldosteron System (RAAS)
2.2.3. Patologi Preeklampsia
Preeklampsia ringan jarang sekali menyababkan kematian ibu. Oleh karena itu,
sebagian besar pemeriksaan anatomi-patologi berasal dari penderita eklampsia
yang meninggal. Pada penyelidikan akhir-akhir ini dengan biopsi hati dan ginjal
ternyata bahwa perubahan anatomi-patologi pada alat-alat itu pada penderita
preeklampsia tidak banyak berbeda daripada yang ditemukan pada eklampsia. Perlu
dikemukakan disisni bahwa tidak ada perubahan histopatologik yang khas pada
preeklampsia dan eklampsia. Perdarahan, infark, nekrosis dan trombosis pembuluh
darah kecil pada penyakit ini dapat ditemukan dalam berbagai alat tubuh. Perubahan
tersebut mungkin sekali disebabkan oleh vasospasmus arteriola. Penimbunan
fibrin dalam pembuluh darah merupakan faktor penting juga dalam patogenesis
kelainan-kelainan tersebut.
2.2.4. Gambaran Klinik Preeklampsia
2.2.4.1. Hipertensi
Gejala yang terlebih dahulu timbul ialah hipertensi yang terjadi secara
tiba-tiba, sebagai batas diambil tekanan darah sistolik 140 mmHg dan diastolik
90 mmHg, tapi juga kenaikan sistolik 30 mmHg atau diastolik 15 mmHg diatas
tekanan yang biasa merupakan petanda.
Tekanan darah sistolik dapat mencapai 180 mmHg dan diastolik 11o mmHg, tetapi
jarang mencapai 200 mmHg. Jika tekanan drah melebihi 200 mmHg maka sebabnya
biasanya hipertensi asensial.
2.2.4.2. Oedem
Timbulnya oedem didahului oleh pertambahan berat badan yang berlebihan.
Pertambahan berat 0,5 kg pada seseorang yang hamil dianggap normal, tetapi jika
mencapai 1kg per minggu atau 3 kg dalam satu bulan , preeklampsi harus
dicurigai. Oedem ini tidak hilang dengan istirahat.
2.2.4.3. Proteinuria
Proteinuria didefinisikan sebagai konsentrasi protein sebesar 0.19/L (>
positif 2 dengan cara dipstik) atau lebih dalam sekurang-kurangnya dua kali
spesimen urin yang dikumpulkan sekurang-kurangnya dengan jarak 6 jam. Pada
spesimen urin 24 jam. Proteinuria didefinisikan sebagai suatu konsentrasi
protein 0,3 per 24 jam.
2.2.4.4. Gejala-gejala subyektif
a. sakit kepala yang keras karena vasospasmus atau oedem otak.
b. nyeri ulu hati karena regangan selaput hati oleh haemorhagia atau oedem atau
sakit karena perubahan pada lambung.
c. gangguan penglihatan, penglihatan menjadi kabur. Gangguan ini disebabkan
karena vasospasme, oedem atau ablasioretina.
2.2.5. Klasifikasi Preeklampsia
2.2.5.1. Preeklampsia ringan.
a. tekanan darah sistolik 140 mmHg atau kanaikan 30 mmHg dengan interval pemeriksaan
6 jam.
b. tekanan darah diastolik 90 mmHg dengan interval pemeriksaan 6 jam.
c. kenaikan berat badan 1 kg atau lebih dalam satu minggu.
d. proteinuria 0,3 gr atau lebih dengan tingkay kualifikasi positif 1 sampai
positif 2 pada urin kateter atau urin aliran tengah.
2.2.5.2. Preeklampsia berat
Bila salah satu diantara gejala atau tanda diketemukan pada ibu hanil sudah
dapat digolongkan preeklampsia berat :
a. tekanan darah 160/110 mmHg.
b. oliguria, urin kurang dari 400cc/24jam.
c. proteinuria lebih dari 0.3 gr/liter.
d. keluhan subyektif ; nyeri epigastrium, gangguan penglihatan, nyeri kepala,
oedem paru dan sianosis, serta gangguan kesadaran.
e. Pemeriksaan ; kadar enzim hati meningkat disertai ikterus, perdarahan pada
retina dan trombosit kurang dari 100.000/mm
Peningkatan gejala dan tanda preeklampsia berat memberikan petunjuk akan
terjadi eklampsia. Preeklamsia pada tingkat kejang disebut eklampsia.
2.2.6. Diagnosis Preeklampsia
Diagnosis dini harus diutamakan bila diinginkan angka morbiditas dan mortalitas
rendah bagi ibu dan bayinya. Walaupun terjadinya preeklampsia sulit dicegah,
namun preeklampsia dan eklampsia umumnya dapat dihindari dengan mengenal secara
dini penyakit itu dengan penanganan sedini mungkin.
Pada umumnya diagnosis preeklampsia didasarkan atas adanya dua dari trias tanda
utama yaitu ; hipertensi, oedem dan proteinuria. Hal ini memang berguna untuk
kepentingan statistik, tetapi dapat merugikan penderita karena tiap tanda dapat
merupakan petanda meskipun ditemukan tersendiri. Adanya satu tanda harus
menimbulkan kewaspadaan karena perkembangan penyakit tidak dapat diramalakan
dan bila eklampsi terjadi, maka prognosis bagi ibu maupun janin jauh lebih
buruk. Tiap kasus preeklampsi harus ditangani dengan sungguh-sungguh.
Diagnosis diferensial antara preeklampsi dengan hipertensi menahun atau
penyakit ginjal tidak jarang menimbulkan kesulitan. Pada hipertensi menahun
adanya tekanan darah yang meninggi sebelum hamil, pada kehamilan muda atau 6
bulan postpartum akan sangat berguna untuk membuat diagnosis. Pemeriksaan
fundoskopi juga berguna karena perdarahan dan eksudat jarang ditemukan pada
preeklampsia, kelainan tersebut biasanya menunjukkan hipertensi menahun. Untuk
diagnosis penyakit ginjal saat timbulnya proteinuria banyak menolong, proteinuria
pada preeklampsi jarang timbul sebelum triwulan ke-3, sedangkan pada penyakit
ginjal timbul lebih dahulu. Test fungsi ginjal juga banyak berguna, pada
umumnya fungsi ginjal normal pada preeklampsia ringan.
2.2.7. Penanganan Preeklampsia
2.2.7.1. Preeklampsia ringan
a. jika kehamilan < 37 minggu dan tidak ada tanda-tanda perbaikan, lakukan
penilaian 2 kali seminggu secara rawat jalan :
§
pantau tekanan darah, proteinuria, reflek patela dan kondisi janin
§
lebih banyak istirahat
§
diat biasa
§
tidak perlu diberi obat-obatan
§
jika dirawat jalan tidak mungkin, rawat di rumah sakit :
- diet biasa
- pantau tekanan darah 2 kalisehari, proteinuria 1 kali sehari
- tidsak perlu obat-obatan
- tidak perlu diuretik, kecuali terdapat oedem paru atau gagal ginjal akut
- jika tekanan distolik turun sampai normal pasien dapat dipulangkan,
nasehatkan untuk istirahat dan perhatikan tanda-tanda preeklampsi berat,
kontrol 2 kali seminggu, jika tekanan darah diastolik naik lagi, rawat kembali.
- Jika tidak ada tanda-tanda perbaikan, tetap dirawat.
- Jika terdapat tanda-tanda pertumbuhan janin terhambat, pertimbangkan
terminasi kehamilan.
- Jika proteinuria meningkat, tangani sebagai preeklampsia berat.
b. jika kehamilan > 37 minggu, pertimbangkan terminasi
- jika serviks matang lakukan induksi dengan oksitosin 5 IU dalam 500ml
dekstrose IV 10 tetes/menit atau dengan prostaglandin.
- Jika serniks belum matang, berikan prostaglandin, misoprostol atau kateter
foley atau terminasi dengan seksio sesarea.
2.2.7.2. Preeklampsia berat dan eklampsia
Penanganan preeklampsia berat dan eklampsia sama, kecuali bahwa persalina harus
berlangsung dalam 12 jam setelah timbulnya kejang pada preeklampsia.
a. penanganan kejang
- berikan obat anti konvulsan
- perlengkapan untuk penanganan kejang ( jalan nafas, sedotan, masker oksigen,
dan oksigen )
- lindungi pasien dari kemungkinan trauma
- aspirasi mulut dan kerongkongan
- baringkan pasien pada sisi kiri, posisi tredelenburg untuk mengurangi
aspirasi.
- Beri oksigen 4-6 liter per menit
b. penangan umum
- jika tekanan diastolik > 110 mmHg, berikan antihipertensi sampai tekanan
distolik diantara 90-100 mmHg
- pasang infus ringer laktat dengan jarum besar (16 gauge >1)
- ukur keseimbangan cairan, jangan sampai terjadi overload
- kateterisasi urin untuk pengeluaran volume dan protein
- jika jumlah urin < 30 ml per jam ; infus cairan dipertahankan 1 1/8 jam,
pantau kemungkinan oedem paru
- jangan tinggalkan pasien sendirian, kejang disertai aspirasi dapat
mengakibatkan kamatian ibu dan janin
- observasi tanda-tanda vital, refleks patela dan denyut jantung janin setiap
jam.
- Auskultasi paru untuk mencari tanda-tanda oedem paru. Jika ada oedem paru
stop pemberian cairan dan berikan diuretik, misalnya furosemide 40 mg IV
- Nilai pembekuan darah dengan uji pembekuan bedside, jika pembekuan tidak
terjadi sesudah 7 menit, kemungkinan terdapat koagulopati.
No comments:
Post a Comment